Pada umumnya, masalah kaki
diabetik berakhir dengan pengamputasian. Inilah yang membuat banyak
penderita diabetes alias gula darah ketakutan.
Namun, ini dapat dicegah dengan tindakan intervensi endovaskular
yaitu melalui cara ballooning asalkan luka pasien belum terlalu parah.
Demikian disampaikan Kepala Deptartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
& RSCM Dr.dr.Imam Subekti, SpPD-KEMD, dan Kepala Divisi Metabolik
Endokrinologi Deptartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI & RSCM dr.Em.
Yunir, SpPD-KEMD saat seminar media di Mandarin Oriental Jakarta, Rabu
(30/10/2013) siang.
Imam memaparkan, padu kasus diabetes, penyandangnya akan berisiko 15-25 persen mengalami masalah pada kaki.
"Sementara, risiko kaki diamputasi akibat diabetes bisa 10-15 lebih besar," ujar Imam.
Adapun Yunir menjelaskan, kelainan kaki diabetik terjadi akibat gula
darah tidak terkontrol dalam jangka waktu panjang yang akhirnya
menyebabkan kerusakan saraf (neuropatik diabetik) dan penyumbatan
pembuluh darah.
"Aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan tubuh pun terganggu
sehingga memicu terjadinya infeksi yang biasa disebut Peripheral
Arterial Disease atau PAD," ujar Yunir
Gejala yang terlihat secara kasat mata adalah luka pada kaki yang tak
kunjung sembuh. Kaki juga terasa dingin dan otot kaki menciut.
Jika dibiarkan, jaringan di sekitar luka akan mati (nektorik),
membusuk menjadi kehitaman lalu kering seperti mumi (mumivikasi) dan
dapat menyebar. Untuk mencegah pembusukan yang lebih luas maka kaki
harus diamputasi.
Apabila luka belum terlalu parah, pengamputasian dapat dihindari
dengan melakukan tindakan intervensi emdovaskular untuk membuka saluran
darah yang tersumbat. Cara ini dinamakan ballooning.
"Tekniknya sama seperti ballooning pada operasi bypass jantung. Kateter dimasukkan pada pembuluh lalu ditiup," tutur Yunir.
Prosedur dilanjutkan dengan pemasangan sten atau ring pada pembuluh
darah untuk menahan penyempitan lagi. Selama masa penyembuhan pasien
akan diberikan beberapa obat seperti obat anti pembekuan darah dan
pengencer darah.
Darah yang lancar akan membawa kembali oksigen sehingga mempercepat pertumbuhan jaringan baru untuk menutup luka.
"Kami tetap meminimalkan pengamputasian. Amputasi terpaksa dilakukan
apabila ada bagian kaki tersisa yang sudah tak memiliki fungsi lagi.
Misal tinggal satu jempol. Setelah berembuk dengan tim rehabilitasi,
jempol harus diamputasi karena kalau dipaksakan jempol akan patah saat
berjalan menggunakan sepatu khusus," ujarnya.
Rumah sakit yang sudah menerapkan prosedur ini adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Yunir menegaskan prosedur dapat dilaksanakan apabila luka pasien belum mengalami infeksi berat.
Maka itu, diharapakan kesiagapan pasien apabila sudah merasakan gejala-gejala kaki diabetik.
"Faktor risiko seperti kolestrol, rokok, obesitas, dan darah tinggi,
juga perlu diperhatikan agar luka benar-benar sembuh maksimal.
Penyembuhan busa memakan waktu berbulan-bulan," ujar Yunir.
Kesembuhan juga tidak akan optimal tanpa keterlibatan ahli dari
berbagai bidang (multidisiplin) seperti mikrobiologi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi, dan bedah plastik.(sip)
Sesuatu hal yang menarik dan unik dan bisa diambil pelajaran untuk hidup yang lebih baik....
30 Okt 2013
23 Okt 2013
Inilah Sejarah Zaman Purba
Pembabakan prasejarah berdasarkan ilmu arkeologi ini bertujuan
untuk mengetahui usia manusia purba berdasarkan peninggalan
benda-benda purbakala. Benda-benda tersebut dapat berupa
perkakas rumah tangga, patung, coretan di gua-gua, dan fosil
purba. Manusia purba menggunakan alat-alat untuk memenuhi
kebutuhannya seperti mencari dan mengolah makanan dengan
menggunakan perkakas dari batu atau benda-benda alam lainnya
yang keras seperti kayu dan tulang.
Sejarah Manusia Purba
A. Zaman Paleolitikum
Zaman Palaeolitikum artinya zaman batu tua. Zaman ini ditandai
dengan penggunaan perkakas yang bentuknya sangat sederhana
dan primitif. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini, yaitu
hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran sungai, gua, atau di
atas pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara
mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Maka dari itu, manusia
purba selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain (nomaden).
Di Indonesia, manusia purba yang hidup pada masa ini
adalah manusia setengah kera yang disebut Pithecanthropus erectus,
Pithecanthropus robustus, Meganthropus palaeojavanicus. Juga
selanjutnya hidup beberapa jenis homo (manusia), di antaranya
Homo soloensis dan Homo wajakensis.
B. Zaman Mezolitikum
B. Zaman Mezolitikum
Zaman Mezolitikum artinya zaman batu madya (mezo) atau pertengahan.
Zaman ini disebut pula zaman ”mengumpulkan makanan
(food gathering) tingkat lanjut”, yang dimulai pada akhir zaman
es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para ahli memperkirakan
manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide
yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta,
Sakai, dan Aborigin. Sama dengan zaman Palaeolitikum, manusia
zaman Mezolitikum mendapatkan makanan dengan cara berburu
dan menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit
karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk pegunungan.
Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi
diri dari panas dan hujan.
Hasil peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah
berupa alat-alat kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan
(atau lukisan) pada dinding gua, seperti di gua Leang-leang, Sulawesi
Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950.
Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata
panah, flakes, serta batu penggiling di Gua Lawa dekat Sampung,
Ponorogo, dan Madiun.
Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah
berupa dapur kulit kerang dan siput setinggi 7 meter di sepanjang
pantai timur Sumatera yang disebut kjokkenmoddinger. Peralatan
yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam Sumatera,
pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
C. Zaman Neolitikum
Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia,
zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk
memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat,
dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara
bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia
sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari
bahaya binatang buas.
Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat
lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah.
Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di
Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai
padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu
membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang
secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan
swasembada pangan sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua
jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung
persegi menyebar di Indonesia bagian Barat, diperkirakan budaya
ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke
Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong
tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang,
kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku,
Irian dan kepulauan Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah
yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; berukuran
11,7×3,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap upacara
atau bekal kubur. Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di
Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats; berukuran 5,5×2,5 cm;
dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh leluhur.
Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah
liat; berukuran 29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara
Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur.
D. Zaman Megalitikum
Zaman Megalitikum artinya zaman batu besar. Pada zaman ini
manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.
Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang
(leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai,
gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk
kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga
gaib yang dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan
dalam kehidupan manusia. Dari hasil peninggalannya, diperkirakan
manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal
bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan
orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai
bentuk penghormatan.
Adanya kepercayaan manusia purba terhadap kekuatan alam
dan makhluk halus dapat dilihat dari penemuan bangunan-bangunan
kepercayaan primitif. Peninggalan yang bersifat rohaniah
pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba, Flores, Sumatera
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk
menhir, dolmen, sarkofagus, kuburan batu, punden berundakundak,
serta arca. Menhir adalah tugu batu sebagai tempat pemujaan;
dolmen adalah meja batu untuk menaruh sesaji; sarkopagus
adalah bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati;
kuburan batu adalah lempeng batu yang disusun untuk mengubur
mayat; punden berundak adalah bangunan bertingkat-tingkat
sebagai tempat pemujaan; sedangkan arca adalah perwujudan dari
subjek pemujaan yang menyerupai manusia atau hewan.
E. Zaman Perunggu
Manusia purba Indonesia hanya mengalami Zaman Perunggu
tanpa melalui zaman tembaga. Kebudayaan Zaman Perunggu
merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia
(Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras
Deutero Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena
pada masa ini manusianya telah memiliki kepandaian dalam melebur
perunggu. Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan logam
dimulai sekitar tahun 3000-2000 SM. Masa penggunaan logam,
perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia purba di Indonesia
disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak
ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan sehari-hari,
seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak.
Pembuatan alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan
khusus yang hanya mungkin dimiliki oleh sebagian anggota
masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia, berdasarkan
bukti-bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan logam
besi mereka telah mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih
dahulu. Mengolah bijih menjadi logam lebih mudah untuk
tembaga daripada besi.
18 Okt 2013
Inikah bentuk printer masa depan dari Samsung yang ramah lingkungan?
Produsen elektronik, khususnya printer berusaha mengurangi dampak kerusakan lingkungan dengan cara mengganti bahan packaging atau meminimalkan ukuran, apakah itu cukup?
Foto dibawah adalah gambaran kondisi ketika printer datang dalam keadaan cover yang terlipat dan terbagi menjadi 2 bagian.
Sebuah purwarupa (prototype) tentang printer masa depan diperlihatkan oleh Samsung dan disebutnya dengan Printer Origami.
Untuk mengurangi dampak lingkungan terhadap pemakaian plastik untuk cover yang ada di printer, printer Origami ini menggunakan bahan kardus yang 100% bisa didaur ulang sebagai pengganti cover plastik.
Sesuai namanya (origami), kardus yang berfungsi sebagai cover ini datang dalam keadaan terlipat dan kita harus sedikit berusaha untuk membuat kardus tersebut menjadi sebuah cover, sisanya, anda harus memasukkan mesin printer ke dalamnya.
Bagi Samsung ternyata itu belum cukup, perlu dilakukan sesuatu dengan printer itu sendiri dan inilah hasilnya.
Sumber berita Satu dan Dua
Inilah Printer 3D dengan Bahan Baku dari Besi Sebagai Pengganti Plastik
Teknologi printer 3D yang terus berkembang dan punya harapan yang cerah karena hampir semua benda bisa dibuat melalui printer 3 dimensi ini dengan lebih cepat dan murah. Dan saat ini, European Space Agency dan partnernya sedang melakukan sebuah proyek yang disebutnya dengan AMAZE.
AMAZE adalah sebuah proyek untuk membuat printer 3D yang bahannya menggunakan besi (bukan plastik seperti yang ada saat ini) dan itu artinya engga heran kalau printer 3D bisa menggantikan suku cadang apapun yang terbuat dari besi. Karena gagasan ini datang dari badan antariksa, tidak heran bila mereka berharap suatu saat nanti suku cadang pesawat antariksa yang rusak bisa diganti dengan cepat melalui cetak 3 dimensi ini.
AMAZE sendiri merupakan singkatan dari Additive Manufacturing Aiming Towards Zero Waste & Efficient Production of High-Tech Metal Products.
Bingung kan kenapa disingkat jadi AMAZE? Maksa banget yah?
Terlepas dari namanya, printer 3D akan semakin keren aja bila bisa menggunakan besi sebagai bahan bakunya.
Sumber berita Satu dan Dua
Langganan:
Postingan (Atom)