Kota Solo |
Dengan mempertimbangkan faktor fisik dan
non fisik akhirnya terpilih suatu desa di tepi sungai Bengawan yang
bernama Desa Sala (1745 Masehi atau 1671 Jawa). Dan sejak saat itu Desa
Sala berubah menjadi Surakarta Hadinigrat dan terus berkembang pesat.
Kota Surakarta pada awalnya adalah kota Mataram. Kota ini bahkan menjadi
pusat pemerintahan Kota Mataram.
Adanya Perjanjian Giyanti 13 Februari
1755 menyebabkan Mataram Islam terpecah karena propaganda kolonialisme
Belanda yang menyebabkan pusat pemerintahan terpecah menjadi dua, yaitu
di Surakarta dan Yogyakarta. Selanjutnya adanya Perjanjian Salatiga pada
tahun 1757 menyebabkan pusat pemerintahan kembali terpecah menjadi
Kasunanan dan Mangkunegaran. Kasunanan Surakarta dipimpin oleh PB III
(Pakubuwono II). Sedangkan Kasultanan Jogjakarta atau Mangkunegaran
dipimpin oleh HB I (Hamengkubuwono I)
Pada tahun 1742, orang-orang Tiong Hoa
memberontak dan melawan kekuasaan Pakubuwono II yang bertahta di
Kartasura, sehingga Keraton Kartasura hancur, dan Pakubuwono II
menyingkir ke Ponorogo, Jawa Timur. Dengan bantuan VOC, pemberontakan
tersebut berhasil ditumpas dan Kartasura dapat direbut kembali. Sebagai
ganti Ibukota Kerajaan yang telah hancur, maka didirikanlah Keraton baru
di Surakarta, 20 km ke arah selatan-timur dari Kartasura pada tahun
1745. Peristiwa ini, kemudian dianggap sebagai titik awal didirikannya
kota Surakarta.
Bersamaan dengan pindahnya Keraton
Surakarta ke Desa Sala, lalu Kota Sala diberi nama Surakarta
Hadiningrat. Jadi, Surakarta Hadiningrat dijadikan sebagai nama Ibukota
Surakarta atau yang lebih dikenal dengan Sala atau Solo. Asal mula kota
ini dinamakan Sala atau Solo dikarenakan desa ini berawa-rawa dan penuh pohon sala, yaitu pohon tom atau nila, namun ada juga yang menyebut pohon sala sejenis pohon pinus, seperti
yang tertulis dalam “Serat Babad Sengkala“ yang disimpan di “Sana
Budaya Jogjakarta“. Selain itu Sala berasal dari bahasa Jawa asli yang
merupakan nama pohon sebangsa pinus yang tumbuh di daerah Sala.
Saat ini Solo telah menjadi salah satu
kota yang memiliki pemerintahan yang maju dan memiliki semboyan
“Berseri” yang merupakan akronim dari “Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah”
sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran
pariwisata, saat ini Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Silahkan lihat Videonya :
Silahkan lihat Videonya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....