14 Okt 2012

Sejarah Tentang PKI


Partai Komunis di [H]India disingkat PKI lahir pada 23 Mei 1920, tak lama berselang kata [H]India diubah menjadi Indonesia. [Dalam hal ini, PKI lah organisasi pertama yang memperkenalkan dan menggunakan kata Indonesia]. Asal-usul PKI tidak dapat dipisahkan dari anggota-anggota Sarekat Islam [SI] Semarang yang menjadi demikian radikal dan bergabung dengan Indische Sociaal Democratische Vereeniging [ISDV] -- yang didirikan di Semarang sejak tahun 1914. ISDV dianjurkan untuk bergabung dengan Komintern atas usul Sneevliet [yang waktu itu menggunakan nama samaran Haring). Dan untuk kebutuhan bergabung ini diperlukan nama negara. Sehingga dipakailah kata [H]India tersebut. Sedang alasan sebutan Partai Komunis, menurut salah satu pendirinya disebabkan :"Manifest jang ditulis Marx-Engels dinamai Manifest Komunis dan bukannja Manifest Social Demokrat." [Soe Hok Gie: "Di Bawah Lentera Merah," skripsi sarjana muda di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1964.] Dalam akhir tahun 1919-an memang di Hindia-Belanda telah diterbitkan karya terjemahan Marx dan Engels yang menjadi fondasi dari gerakan komunisme, yaitu:
F. Engels dan Karl Marx: "Manifesto Partai Komunis"

Buku tersebut dicetak sebanyak 5000 eksemplar, sebuah prestasi tersendiri untuk masyarakat Hindia-Belanda yang mayoritas buta-huruf. Dari latar SI tersebut tak pelak tokoh-tokoh Islam adalah pendukung utama gerakan PKI tahun 1920-an hingga mereka dibasmi oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda pada tahun 1926-27 setelah pemberontakan yang dimotori para kyai di Banten dan di Silungkang [sebetulnya ini kontradiktif dengan sebutan selama ini yang mengidentikkan komunisme dengan atheisme, lagi-lagi pembodohan ala orde Soeharto). Tokoh-tokoh PKI kemudian dibuang dan sebagian meninggal di Boven Digoel.
Upaya pembangunan PKI yang cukup kuat dilakukan Moesso pada tahun-tahun awal revolusi 1945 dengan puncaknya Proklamasi Madiun tahun 1948. Moesso mendorong pembubaran partai-partai kiri (Partai Sosialis dan PBI) non-PKI Legal dan agar anggota dari kedua partai tersebut bergabung dengan PKI. Lihat dalam:

Djalan Baru untuk Republik Indonesia

Oleh pemerintahan Indonesia yang masih baru, khususnya oleh Moh. Hatta, PKI-Moesso ini dihabisi pula.
Upaya membangun PKI dilakukan oleh DN. Aidit cs. Tahun 1950-an dengan restu pemerintahan Soekarno. PKI ini sempat ikut Pemilu -- paling demokratis di Indonesia -- tahun 1955 dan menjadi salah satu dari empat partai terkuat pemenang Pemilu. Dalam masa tersebut diketahui produksi gagasan-gagasan/discourse tentang komunisme yang di Indonesia-kan sangat gencar, seperti tulisan-tulisan dari Karl Marx dan F. Engels:

Karl Marx: "Tesis Tentang Feuerbach"

Dari Lenin:
"Tesis April"

Dari Mao Zedong:
"Mengubah Peladjaran Kita"
"Tentang Politik"

Selain itu PKI mencoba menelusuri tentang dirinya melalui:
Apa Partai Komunis Itu
Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948 Peristiwa Sumatera 1956

Dan mencoba melakukan pendefinisian posisi PKI dalam gerakan buruh melalui:
Kewadjiban Front Persatuan Buruh

Namun kerja PKI berakhir ketika terjadi rekayasa politik yang dilakukan oleh CIA [Central Inteligent of America], Angkatan Darat [ABRI] dan Murba [yang tersingkir setelah Pemilu 1955]. Terjadi pembunuhan para jenderal yang dikenal sebagai Gerakan 30 September [G30S] 1965. Pembunuhan ini diikuti pula dengan perebutan kekuasaan dari tangan Soekarno ke rejim diktatur otoriter yang dipimpin oleh Soeharto. Soeharto tidak hanya menghabisi para jenderal senior, yang akan menjadi penghalang dari ambisinya mengambil-alih kekuasaan, akan tetapi juga melakukan pembunuhan massal rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia disembelih dengan dalih mereka anggota atau simpatisan PKI. Sekitar 1 juta rakyat dibunuh untuk naiknya Soeharto sebagai rejim diktatur paling bengis di bumi ini.
[Sejarah Soeharto sebagai rejim penyembelih rakyat tidak berhenti pada masa perebutan kekuasaan saja, melainkan sepanjang tampuk kekuasaannya penyembelihan terus berlanjut seperti di Aceh, Irian Jaya, Timor Timur, Tanjung Priok, Sambas, Ambon, dan seterusnya].
Selama rejim Soeharto isu PKI ditempatkan menjadi musuh bangsa Indonesia. Ini tentu saja membuat banyak orang bingung. Sebetulnya PKI itu masih ada atau sudah tidak ada. Secara serampangan cap ditunggangi PKI ditempelkan ke berbagai aktor politik seperti PDI-Megawati (sekarang PDI-Perjuangan), atau ke PRD yang dikondisikan seolah-olah sebagai penjelmaan kembali dari PKI. Agaknya rejim reformasi Habibie pun ikut-ikut menghidupkan "bahaya laten PKI" kepada masyarakat. Siapa yang mereka maksud sebagai PKI? Tetap tidak pernah jelas!!!
Sisa-sisa ex PKI juga sempat melakukan kritik diri melalui:

Self-Criticism

Untuk mencoba menjawab berbagai kebingungan yang diciptakan Soeharto dan juga Habibie tersebut, kami merasa perlu menampilkan kembali karya-karya yang masih tersisa yang ada produk-produk PKI maupun dukungan dari PKC dalam bentuk terbitan berbahasa Indonesia dan yang didedikasikan kepada PKI dalam tahun-tahun keemasan PKI tersebut.
Bagaimana pun PKI tidak hanya gerakan sosial semata, namun PKI juga merupakan gerakan intelektual yang layak untuk dipelajari.
Produk-produk terjemahan yang beredar dikalangan terbatas dan simpatisan perubahan sosial, juga baik untuk diperhatikan, seperti:

F. Engels: "Klas-Klas Masyarakat Diperlukan dan Berlebihan"
F. Engels: "Upah Sehari Yang Layak Bagi Kerja Sehari Yang Layak"
Karl Marx: "Penghapusan Hak Pemilikan Atas Tanah"

Tidak mudah menghapus dan mencuci otak para ex anggota PKI maupun rakyat pada umumnya yang mengalami keberingasan dan kekejian rejim Soeharto. Apalagi rejim Soeharto tidak membangun kesejahteraan rakyat kecuali kesejahteraan keluarga sendiri. Kondisi tersebut menjadi kondisi yang subur bagi lahirnya "gerakan komunis" yang "tanpa bentuk." Gerakan yang tidak mempunyai pucuk pimpinan dan instruksi, namun hidup di sanubari banyak orang. Ketidak-adilan adalah satu-satunya sebab dari hidupnya gagasan-gagasan komunisme di dalam masyarakat.
Perkembangan di jaman reformasi Habibie adalah upaya ex-tapol 1965 untuk perbaikan kondisi sosial-politik-ekonomi yang selama ini dihabisi oleh rejim Soeharto, seperti dilakukan Bakri Ilyas melalui Komnas HAM.

Surat Ex Tapol 1965 Bakri Ilyas Kepada Komnas HAM

Kami bersungguh hati dalam membangun pemahaman agar masyarakat benar-benar mengerti tentang apa itu PKI. Komunisme bukan atheisme, negeri-negeri komunis juga menghargai warga negaranya untuk beragama. Juga komunisme bukan pembunuh seperti dongeng ciptaan Orde Baru bahwa pembunuhan para jenderal pada penghujung September 1965 adalah ulah PKI. Itu kesalahan besar dan tidak masuk akal, mengingat PKI waktu itu belum membentuk barisan para-militer maupun militernya. Sedangkan pembunuhan itu sendiri dilakukan jelas-jelas dilakukan oleh para kolonel dari Angkatan Darat. "Biro Khusus" PKI, sebagai pihak yang berada di balik pembunuhan 1965, adalah isapan jempol yang didongengkan melalui mulut intel [Sam Kamaruzaman dan Pono] yang disuruh mengakui bahwa biro itu ada.

<Sumber>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....