Ilmuan dari King's College, Inggris menemukan fakta bahwa obat herbal
memang memiliki manfaat, tetapi juga mengancam ginjal dan kanker darah.
Merespon temuan itu, ahli kesehatan dr. Raden Furqon menjelaskan bahwa
obat-obatan termasuk jamu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tersebut
tetap memiliki efek samping layaknya obat kimia.
“Pernyataan obat
herbal tanpa efek samping hanyalah akal-akalan dari produsen yang hanya
memikirkan profit tanpa memikirkan dampak negatif,” ujarnya. Namun,
kampanye tanpa efek samping itu tertanam dalam benak masyarakat.
Dia
memaparkan, dalam satu macam ramuan obat herbal, bisa terdapat beragam
zat aktif senyawa obat, walau dalam jumlah kecil. Tapi jika diminum
dengan takaran tidak tepat, efek samping bisa muncul. Organ yang jadi
korban, biasanya lambung, hati, ginjal, dan saluran kencing. Bisa juga
terjadi reaksi alergi, fotosensitifitas, dan gangguan tidur.
Karena
itu, lanjut dr Fuqon, obat herbal tidak bisa diminum sembarangan.
Apalagi respons tiap individu bisa berbeda. Lagi pula, tidak semua obat
herbal cocok bagi setiap orang meskipun keluhannya sama.
Obat Herbal vs Obat Kimia
Dokter
Furqon menegaskan, obat herbal bekerja langsung pada sumber penyakit.
Obat ini memperbaiki keseluruhan sistem tubuh, memperbaiki sel,
jaringan, dan organ tubuh yang rusak, serta meningkatkan sistem
kekebalan tubuh untuk berperang melawan penyakit. Walaupun obat herbal
memiliki reaksi lambat, obat ini tetap efektif untuk penyakit kronis
yang sulit diatasi dengan obat kimia.
Sementara obat kimia lebih
banyak bertujuan untuk mengobati gejala penyakitnya dan hanya mampu
memperbaiki beberapa sistem tubuh. Efek sampinyanya lebih sering
terjadi. Kelebihannya adalah reaksinya yang cepat.
“Tapi obat
kimia hanya memperbaiki beberapa sistem tubuh,” tuturnya. Karena itu, dr
Furqon menambahkan, obat kimia relatif kurang efektif bagi penyakit
kronis. Diperlukan terapi sampingan berupa diet makanan dan perlakuan
tertentu pada tubuh seperti operasi dan manajemen stres.
Dari
sisi keamanan, obat kimia yang beredar dan terdaftar resmi dapat
dipastikan ditunjang dengan data ilmiah dan telah lulus uji klinis, baik
pada binatang percobaan ataupun pada manusia. Dengan begitu, dari sisi
keamanan bisa dipertanggungjawabkan. Namun obat kimiawi bisa lebih
berbahaya daripada obat herbal apabila dikonsumsi tidak sesuai aturan
atau bila diberikan oleh bukan ahlinya.
Sedangkan obat herbal
terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah jamu, yang tidak
memerlukan pembuktian ilmiah maupun klinis. Jenis kedua adalah herbal
terstandar yang ditunjang dengan penelitian ilmiah. Kelompok ketiga
adalah fitofarmaka yang ditunjang dengan bukti ilmiah sampai uji klinik
pada manusia.
Mana yang lebih baik antara obat herbal atau obat
kimia, dr. Furqon memaparkan, semua itu tergantung pada situasi dan
kondisi. Misalnya pada kasus perdarahan dan rasa sakit. Dalam hal ini,
obat kimia yang harus dipilih, karena reaksinya yang cepat.
Sedangkan
obat herbal lebih dititikberatkan pada peningkatan efektivitas
pengobatan, sekaligus mengurangi efek samping yang ditimbulkan obat
kimia. Karena itu, sebaiknya obat herbal atau tradisional digunakan
untuk menjaga kesehatan atau pemulihan penyakit. “Untuk penyembuhan
penyakit gunakan obat resep dokter,” sarannya.
Memilih Obat Herbal yang Aman
Alumni
Kedokteran Universitas Padjadjaran ini menuturkan, pada tahap awal
penggunaan obat herbal, biasanya ada efek mual, perut seperti
dikocok-kocok, bahkan terasa pusing. “Tapi jangan khawatir, itu efek
penyesuaian tubuh dan akan segera hilang,” ujar pria penerimaan
penghargaan Dokter Teladan 1 Tingkat Nasional dari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pad 2001 itu.
“Selain efek penyesuaian, akan
ada efek detoksifikasi. Tubuh mengeluarkan racun atau zat berbahaya dari
dalam tubuh setelah pengobatan,” tambahnya.
Kalaupun ingin mengonsumsi obat herbal, dr. Furqon mengingatkan untuk memperhatikan sejumlah hal berikut:
1.
Produk herbal dinyatakan aman apabila sudah dapat dibuktikan secara
ilmiah keamanannya melalui serangkaian uji keamanan: uji toksisitas dan
uji teratogenik.
2. Pastikan obat herbal tersebut sudah mendapat izin edar resmi dan dibeli dari produsen dan sumber terpercaya.
3.
Obat herbal belum tentu aman untuk anak-anak, remaja, usia lanjut, ibu
hamil, ibu menyusui, ataupun pasien dengan kanker dan pasien bedah.
4. Pengobat tradisionalnya mengerti dan mengetahui anatomi tubuh manusia dan mengerti keadaan fisiologi manusia.
5. Hati-hati obat palsu dan atau kadaluarsa.
6. Gunakan sesuai aturan atau petunjuk, jangan berlebihan.
7.
Hati-hati bila dikonsumsi bersamaan dengan obat kimia. Tidak jarang
produsen yang hanya ingin mencari keuntungan semata mencampur antara
obat herbal dan kimia tanpa data ilmiah. Ini akan sangat berbahaya.
8.
Jangan segan bertanya kepada ahli herbal tentang penggunaannya, karena
tidak semua obat herbal cocok untuk setiap orang meski keluhan sama.
9. Perlu mengetahui makanan, minuman, obat-obatan dan aktivitas apa saja yang harus dihindari sewaktu minum obat herbal.
Obat Herbal yang Berbahaya
Selain
yang tidak memenuhi kriteria di atas, obat herbal juga akan menimbulkan
efek samping yang sangat berbahaya bila dicampur bahan kimia.
Contohnya:
1. Dicampur steroid obat untuk meningkatkan nafsu makan.
2. Dicampur steroid dan analgetik obat untuk menahan rasa sakit: asam urat, rematik, sakit sendi, serta lainnya.
3. Dicampur sidenafil, yaitu obat kuat lelaki.
“Anehnya obat-obat di atas adalah obat yang sangat laku pesat di pasaran,” paparnya.<sip>********
***Oleh: Erly Susana **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....