Pada 2007, kendati kekayaan bersihnya naik USD300 juta, pangeran Al-Walid harus merelakan posisinya turun empat peringkat. Pada 2006, “Warren Buffet” dari Arab ini, julukan yang disematkan majalah Time, berada di peringkat ke-8 dengan kekayaan mencapai USD20 miliar.
Chairman The Kingdom Holding Company ini mengumpulkan kekayaan melalui puluhan investasinya di 10 sektor usaha. Di bisnis hotel dan properti namanya banyak dikenal. Cucu pendiri Kerajaan Arab Saudi ini masyhur sebagai salah seorang pemegang saham jaringan Hotel Four Season. Dia juga tercatat sebagai pemilik Savoy Hotel (London), Plaza Hotel (New York), dan Songbird Estates Plc (London’s Canary Wharf).
Terkait bisnis hotelnya, pada 2007 dia dua kali membuat gebrakan besar, membeli Hotel Four Season Jakarta dan Four Seasons Resort di Langkawi, Malaysia. Di negeri jiran itu dia membenamkan hingga 435 juta ringgit Malaysia. Untuk Four Season Jakarta, dia merogoh kocek USD48 juta (setara dengan Rp451,5 miliar) untuk memborong 81,9 persen saham hotel di kawasan segitiga emas Jakarta itu.
Akuisisi atas hotel yang dulunya bernama Regent ini merupakan debutnya di Indonesia, sekaligus memperbesar portofolionya di tujuh negara Asia. Kingdom Hotel Investment (KHI) kini punya saham di 35 properti di 21 negara, terdiri dari 22 hotel dan resor yang sudah beroperasi, serta 13 hotel dan resor yang sedang dibangun dalam rangka ekspansi.
Bagaimana bisa si putra Arab itu menanjak ke posisi tinggi sedemikian cepat? Banyak yang menduga, itu berkait dengan peran Al-Walid sebagai ujung tombak investasi buat para pangeran Saudi lainnya yang kurang suka publisitas. Ada juga yang menyebarkan isu terkait dengan kiprah sang pangeran dalam kontrak pembangunan pangkalan militer rahasia di Arab Saudi, serta komisi-komisi melimpah dari pengapalan minyak.
Al-Walid lahir pada 7 Maret 1955. Ibunya, Mona El-Solh, adalah putri perdana menteri pertama Lebanon modern, Riad El-Sohl. Saat pangeran lahir, Riyadh masih merupakan kota gurun yang terlarang buat orang asing. Sebagai putra Pangeran Talal, Al-Walid menikmati kenyamanan istimewa yang tak dikenal oleh kebanyakan orang Saudi: air leding dan mobil.
Negeri tandus yang nyaris mengalami kebangkrutan itu berubah dalam sekejap. Ledakan harga minyak pada 1970-an mengalirkan kekayaan berlimpah, dan klan Al-Saud yang beranggotakan 6.000-an pangeran secara kolektif menjadi keluarga kerajaan terkaya di muka bumi.
Al-Walid adalah Al-Saud dengan sebuah perbedaan. Pada 1962, ayahnya bersama empat saudaranya membangkang. Talal menunjukkan simpati pada musuh Al-Saud, yakni tokoh revolusioner Mesir, Gamal Abdel Nasser. Secara terang-terangan mereka menuntut sistem politik yang lebih terbuka. Urusan ini membuat malu klan, dan Talal diusir ke Mesir. Talal memang akhirnya dibolehkan pulang ke tanah air. Sejak itu ada semacam aturan tak tertulis di klan Al-Saud bahwa Talal dan keluarganya tak boleh aktif di pemerintahan.
Terpinggirkan, Al-Walid justru memiliki motivasi berlebih. Dia memancangkan cita-cita menjadi pebisnis ketika masih menginjak usia belasan tahun. Dia mendarat di San Francisco pada 1976 untuk mulai kuliah Administrasi Bisnis. Di usia 24 tahun, Al-Walid meraih gelar bachelor of science bidang administrasi bisnis di Menlo College, dengan spesialisasi manajemen. Belakangan, dia meraih gelar MA bidang ilmu sosial di Syracuse University, negara bagian New York, pada 1985. Al-Walid memperoleh keahlian finansial melalui pekerjaan, bukan dari buku kuliah.
Ketika pulang ke Riyadh pada akhir 1979, keadaan menguntungkan untuk memulai bisnis. Harga minyak mencapai rekor, dan pemerintah memompa miliaran dolar ke sektor konstruksi, dari jalan tol dan gedung-gedung kementerian baru hingga skuadron-skuadron pesawat tempur teranyar. Dengan modal pinjaman USD30.000 dari ayahnya, dan hipotek rumah sebesar USD300.000, Al-Walid memulai bisnis. Dia mula-mula menjadi broker perusahaan asing yang ingin berbisnis di Arab Saudi.
Pada 1982, dua tahun setelah mendirikan perusahaan bernama Kingdom Establishment di Riyadh, Al-Walid mengegolkan transaksi pertamanya: membangun klub bujangan di sebuah akademi militer dekat Riyadh senilai USD8 juta. Dia mewakili kontraktor kecil dari Korea Selatan. Dari sana, bisnis Al-Walid tumbuh pesat dan menjadi lebih canggih. Tak sekadar bertindak sebagai agen, dia meningkatkan keuntungannya dengan mendirikan perusahaan sendiri, dan membentuk usaha patungan dengan swasta asing.
Aktivitas Al-Walid sebagai investor mulai mencuat ketika ia membeli saham Citicorp (kini dikenal dengan nama Citigroup) yang terlilit kesulitan likuiditas pada 1991. Dengan investasi awal sebesar USD550 juta, Pangeran mem-bail-out Citibank yang tersangkut kredit macet real estate di Amerika Serikat dan Amerika Latin. Dia juga membenamkan modal berskala raksasa di AOL, Apple Inc, Worldcom, Motorola, News Corporation Ltd, serta di bidang teknologi dan perusahaan media.
Saat ini dia memiliki 17 persen saham di Euro Disney SCA, organisasi yang mengelola Disneyland Resort Paris di Marne-la-Valle, Prancis. Pada 2007, dia sempat berbicara dengan Robert Earl, pendiri jaringan restoran Planet Hollywood, guna membahas kepemilikan saham Everton FC di Liga Inggris. Earl adalah pemilik 23 persen saham di klub sepak bola itu.
(economy.okezone.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....