14 Jun 2011

MATAHARI TELAH TERBIT DARI BARAT?


[Oleh: Ali Said] Sebuah hadist menyebutkan bahwa salah satu tanda-tanda kiamat adalah matahari akan terbit dari arah barat. Sebagian besar pentafsir menyatakan bahwa makna “matahari akan terbit dari arah barat” adalah makna yang sesungguhnya yaitu matahari secara nyata yang kita lihat sehari-hari. Ada sebagian yang menyatakan bahwa makna yang dimaksud adalah “Islam akan bersinar dari dunia Barat”, atau dengan kata lain kalimat tersebut tergolong dalam gaya bahasa metamorfosa. Sebenarnya gaya bahasa metamorfosa banyak digunakan manusia dari berbagai belahan bumi. Misalnya di Indonesia kita mengenal “Ayam Jantan dari Timur” yang menggambarkan kepahlawanan Hasanuddin. Kemudian mungkin ada yang pernah mendengar atau melihat film berjudul “Lion on the Desert” atau “Singa Padang Pasir” yang juga mengggambarkan seorang pahlawan di padang pasir. Dan juga Sahabat Ali RA dikenal dengan julukan “Al Baabu al-ilmu” atau “Pintunya Ilmu”. Jadi pada dasarnya penafsiran kata “matahari” dengan “islam” ada benarnya, mengingat bahwa Islam berfungsi sebagai penerang yang menerangi kehidupan manusia untuk berjalan pada rel-rel kebenaran sesuai yang digariskan oleh Allah SWT. Sehingga fungsi Islam dapat diidentikkan dengan Matahari. Terlepas dari masalah tafsir tersebut, tulisan ini mencoba membahas perkembangan Islam di dunia Barat secara umum dan di Amerika Serikat secara khusus.

Jumlah penduduk Muslim dan pertumbuhannya di Negara-negara Barat

Telah diakui berbagai kalangan bahwa Islam adalah agama dengan tingkat pertumbuhan yang paling cepat (the fastest growing religion). Berdasarkan data yang ada, selama kurun waktu kurang lebih 20 tahun sejak awal 1970-an sampai sekarang penduduk muslim meningkat lebih dari 200% dari sekitar 500 juta menjadi sekitar 1,5 milyar. Pertumbuhan penduduk muslim yang cepat tersebut terutama disumbang oleh tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Meskipun demikian, islam sebagai “the fastest growing religion”, seperti diakui berbagai kalangan, juga terjadi di negara-negara Barat. Di Inggris misalnya, selama kurun waktu 20 tahun sekitar 20.000 orang masuk Islam. Menurut laporan “The Daily Telegraph” edisi 30 April 2001, sebagian besar para muallaf (muslim convert) adalah yang mereka yang punya kedudukan di masyarakat, memiliki hubungan keluarga yang kuat, dan memilih Islam setelah melalui penelitian dan kajian yang mendalam. Selanjutnya yang menarik dari laporan tersebut adalah bahwa diantara yang masuk Islam ternyata lebih banyak wanita dibandingkan laki-laki. Di antara mereka yang masuk Islam adalah Joe Dobson putra mantan Menteri Kesehatan Inggris, putra dari John Birt, mantan Direktur BBC, dan puteri Lord Juctice Scott, seorang hakin ternama di Inggris. Perkembangan penduduk muslim yang cepat juga terjadi di Denmark. Secara keseluruhan, berdasarkan survey yang dilakukan PBB pada 1999, penduduk muslim Eropa meningkat lebih dari 100% selama kurun waktu antara 1989 dan 1998. Hal yang sama juga terjadi di Amerika Serikat.

Melihat sebaran penduduk muslim khususnya di Benua Eropa dan Amerika berdasarkan data yang ada (lihat Tabel 1 dan 2), diperoleh bahwa secara keseluruhan di Benua Eropa terdapat penduduk muslim sebanyak 50,9 juta atau 7% dari total penduduk, sementara di benua Amerika terdapat sekitar 10,9 juta atau hanya 1% dari total penduduk di benua tersebut. Di Eropa negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar adalah Rusia (27 juta), diikuti Perancis (6, 1 juta) dan Jerman (3 juta). Beberapa negara Eropa lain yang berpenduduk muslim cukup besar (lebih dari 1 juta adalah Inggris, Italia, Bosnia, Albania dan Yugoslavia, sementara di daratan Amerika, penduduk muslim terbesar mendiami Amerika Serikat (sekitar 6 juta jiwa atau 2,1% dari total penduduk Amerika Serikat) diikuti oleh Kanada (0,8 juta atau 2,5% dari total penduduk Kanada). Perlu dicatat bahwa dari beberapa sumber yang ada, terdapat perbedaan estimasi jumlah penduduk muslim di Negara-negara Barat. Misalnya sumber lain melaporkan di Inggris terdapat sekitar 3,3 juta muslim, di Jerman 3,9 muslim dan Perancis 7,5 juta muslim.

tabel1.jpg

Perkembangan Islam di Amerika Serikat

Melihat kondisi masyarakat muslim yang mendiami kedua benua tersebut khusunya di Eropa dan Amerika Utara (yang dikenal sebagai Negara-negara Barat), tampaknya masyarakat muslim yang tinggal di negara-negara Eropa banyak mendapat tekanan dari pemerintah. Misalnya kasus jilbab di Perancis dan Belanda, dan juga tekanan terhadap komunitas muslim di negara-negara yang bergejolak khususnya di Eropa Timur. Inggris dan Jerman mungkin termasuk Negara Eropa yang cukup kondusif bagi perkembangan Islam. Meskipun mungkin ada tekanan dari pemerintah, tetapi tampaknya penduduk muslim yang tinggal di Amerika Serikat memiliki kebebasan berkespresi yang jauh lebih baik dibandingkan mereka yang menetap di banyak negara di Eropa. Untuk itulah, tulisan ini akan lebih memfokuskan pada perkembangan Islam di Amerika Serikat. Alasan lain mengapa memilih Amerika Serikat adalah ada yang mengatakan bahwa Amerika Serikat lebih relijius dibandingkan dengan negara-negara Barat yang lain. Pendapat tersebut mungkin ada benarnya kalau kita tengok fondasi yang mendasari pemerintahan Negara Adidaya tersebut. Misalnya dalam mata uang tertulis “In God We Trust” dan “One Nation Under God” pada ikrar/sumpah setia yang dilahirkan oleh para pendahulu di AS merupakan bukti yang cukup untuk membenarkan pendapat tersebut. Meskipun banyak yang menentang bahkan mengajukan petisi untuk mengganti semboyan-semboyan tersebut, usaha-usaha tersebut sia-sia. Selanjutnya pada akhir 1990-an, Negara Bagian Ohio memenangkan persidangan untuk memasang motto “With God, all things are possible”. Moto ini tentunya juga sejalan dengan Al Qur’an, misalnya QS 2:106 yang artinya “Tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”.

Menurut sejarah, Islam pertama kali masuk Amerika Serikat sekitar tahun 1530 ketika sejumlah orang Afrika Barat dibawa ke Amerika Serikat karena adanya perdagangan budak. Dari ratusan ribu orang Afrika yang dipaksa pindah dari tanah asal mereka, sekitar 14 persen sampai 20 persen di antara mereka beragama Islam. Sementara itu, menurut sejarah, orang Amerika kulit putih pertama yang masuk Islam adalah Alexander Russel Webb, seorang jurnalis. Dia memulai hidupnya sebagai penganut Presbitarian (salah satu aliran dalam agama Kristen), tetapi dia menemukan paham aliran ini membosankan dan tidak encouraging. Awal tahun 1881 dia mulai mencari kebenaran sejati dengan membaca buku-buku di sebuah perpustakaan yang menyimpan lebih dari 13.000 volume yang dapat dia akses. Awalnya dia mempelajari tentang Budisme dan dia temukan ajaran tersebut kurang sempurna. Akhirnya dia mempelajari Islam dan dia temukan kebenaran sejati, dan pada tahun 1888 dia menyatakan dirinya secara formal sebagai seorang muslim. Pada mulanya dia tidak pernah bertemu dengan orang Islam di Amerika, tetapi ada kontak dengan beberapa orang Islam di India dan berkorespondensi. Pada akhirnya masa hidupnya dia rajin menyebarkan Islam di Amerika baik melalui orasi maupun tulisan-tulisannya. Istri dan ketiga anaknya juga akhirnya memeluk Islam (untuk mengenal lebih jauh siapa Alexander Russel Webb, bisa dibaca dihttp://en.wikipedia.org/wiki/Alexander_Russell_Webb ).

Pendatang muslim dalam jumlah besar terjadi pada awal abad ke-20. Mereka umumnya berasal dari Timur Tengah seperti Siria dan Libanon dan negara-negara di kekhalifahan Utsman (Turki). Pasca Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an dan 1970-an terjadi gelombang imigran yang cukup besar dari dunia Islam dimana di antara mereka banyak yang datang untuk belajar di universitas-universitas di AS. Islam merupakan salah satu agama yang berkembang paling pesat di AS. Bahkan, sesuai perkiraan yang dimuat dalam lembar fakta Departemen Luar Negeri AS, pada tahun 2010, jumlah penduduk Muslim AS diperkirakan akan melampui jumlah kaum Yahudi, dan menjadikan Islam agama terbesar nomor dua di negara itu setelah agama Kristen.

Menganalisis perkembangan Islam khususnya pertumbuhan penganut Islam dari waktu ke waktu tampaknya sulit dilakukan mengingat ketidaktersediaan data. Data jumlah penduduk muslim di Amerika pun sebenarnya masih simpang siur. Tetapi hasil perkiraan dari berbagai sumber diperoleh bahwa jumlah penduduk muslim di Amerika Serikat berada pada kisaran 5 – 8 juta jiwa. Pada tahun 1991 sebuah laporan mencantumkan angka 5,22 juta jiwa (www.islam101.com/history/population2_usa.html). Jika data pada Tabel 2 yang menyebutkan jumlah penduduk muslim Amerika pada 2006 adalah akurat, maka tingkat pertumbuhan penduduk muslim per tahun adalah sekitar 1,3%. Menurut sebuah sumber, rata-rata sekitar 17.500 orang Amerika keturunan Afrika berpindah ke agama Islam setiap tahunnya antara 1990 dan 1995. Berdasarkan data yang diperoleh sari sebuah Islamic Centre (Islamicity), jumlah orang Amerika yang berpindah ke agama Islam yang tercatat di lembaga tersebut meningkat terus menerus selama 2001-2007 (lihat Grafik 1).

grafik.jpg

Di Amerika ada tiga kategori penduduk Muslim yaitu immigran, American convert (muallaf), dan mereka yang terlahir di Amerika dari kedua kelompok tersebut. Dari seluruh penduduk Muslim, 50% penduduk muslim Amerika lahir di Amerika dan seperlima (19%) adalah muallaf (convert). Jika dilihat berdasarkan karakteristik geografis diperoleh penduduk muslim terbesar tinggal di negara bagian California (20% dari total penduduk muslim), diikuti oleh negara bagian New York (16%), Illionois (8,4%) dan New Jersey (4%). Sementara itu jika dilihat berdasarkan etnis, Asia Selatan & Tengah dan Afro-Amerika menempati jumlah terbesar dengan persentase masing-masing 33% dan 30% diikuti Arab (25%). Etnis Eropa hanya sebesar 2%. Dari seluruh muallaf, sebagian besar dari mereka adalah Afro-Amerika (64%) diikuti oleh warga kulit putih (27%) dan Hispanik (6%).

Perkembangan yang cepat juga ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah masjid yang didirikan di Amerika Serikat. Berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh Council on American-Islamic Relations (CAIR) pada 2001, jumlah masjid meningkat sebesar 25% selama kurun waktu 1994-2000, dengan jumlah yang hadir ke masjid secara rata-rata dari 150 orang pada tahun 1994 menjadi 292 orang pada 2000 (meningkat sebesar 94%). Total penduduk yang berasosiasi dengan seluruh masjid meningkat sebesar 300% selama periode yang sama. Selanjutnya secara rata-rata, setiap masjid di Amerika telah meng-Islam-kan sebanyak 16 orang per tahun.

Bagaimana mereka (para muallaf) sampai memeluk Islam?

Berdasarkan literatur yang ada, ada beberapa alasan kepindahan ke agama Islam. Empat alasan utama adalah tidak ada (kurangnya) human mediator, rasional, egalitarian dan penekanan pada aspek keadilan. Sementara itu ada beberapa cara menuju Islam. Diantaranya adalah dakwah yang dilakukan di penjara-penjara di Amerika, interaksi dengan orang-orang Islam (misalnya di perguruan-perguruan tinggi) baik melalui dialog maupun pernikahan, dan membaca sendiri literatur Islam yang ada baik Al Qur’an, buku-buku Islam dan internet Islam. Di antara ketiga cara tersebut, tampaknya cara ketiga khususnya internet (website tentang Islam) merupakan cara yang cukup efektif dan memegang peranan penting dalam perkembangan Islam khususnya di Amerika. Grafik 1 di atas merupakan salah satu bukti bahwa selama periode 2001-2007 terdapat sekitar 750 yang mengucapkan syahadat (masuk Islam) di Islamicity Centre setelah mereka mempelajari Islam di website milik Islamic Centre tersebut.

Kondisi kondusif bagi berkembangnya Islam di Amerika

Menurut hemat penulis, kiranya paling tidak ada dua faktor yang sangat kondusif bagi berkembangannya Islam di Amerika Serikat yaitu (i) Tingkat pendidikan dan sitem pendidikan dan (ii) landasan yang mendasari berdirinya Negara Amerika Serikat.

- Tingkat pendidikan dan sitem pendidikan

Rata-rata tingkat pendidikan yang tinggi berpengaruh pada cara berfikir. Budaya berfikir kritis (critical thinking) dalam sistem pendidikan barat juga sangat kondusif bagi perkembangan Islam di negara-negara barat, karena dengan berfikir kritis mereka mampu menemukan kebenaran sejati. Tingkat pendidikan yang tinggi, ditambah dengan adanya budaya “membaca” plus aspek “critical thinking” merupakan modal untuk menilai, mengkritisi, dan juga membandingkan antara ajaran agama yang satu dengan yang lain. Bagi para pencari kebenaran, Islam akan dapat dipastikan sebagai pemenang dan sebagai tambatan hati bagi mereka. Masuk Islamnya Alexander Russel Webb (orang kulit putih pertama yang masuk Islam karena belajar sendiri dan mendeklarasikan diri sebagai muslim) merupakan salah satu bukti yang mendukung hal ini. Contoh lain adalah cerita tentang masuk Islamnya Ali Selman Benoist, seorang sarjana kedokteran Perancis, yang menyatakan bahwa sebelum berpindah ke agama Islam, dia mempelajari Al Qur’an dengan “the critical spirit of a Western intellectual” (semangat berfikir kritis seorang intelektual Barat), serta Dirk Walter Mosig yang telah membaca seluruh kitab suci agama-agama yang ada.

Berkaitan dengan budaya membaca ini, terkadang penulis malu pada diri sendiri. Mengapa? Kalau penulis membandingkan diri penulis dengan Tony Blair (mantan PM Inggris) mungkin pemahaman Tony Blair akan Al Qu’an jauh lebih baik. Penulis memang sudah menamatkan baca Al Qur’an beberapa kali, tetapi membaca maknanya atau terjemahannya belum pernah tamat sekalipun, sementara Tony Blair paling tidak sudah tiga kali menamatkan membaca Al Qur’an (terjemahnya), bahkan dia mencoba membawa Al Qur’an kemanapun dia pergi. Dalam sebuah wawancara dia menyatakan “Qur’an inspired me” dan “Qur’an memberikan dorongan pada saat-saat yang sulit”. Kebiasaan Blair membawa Al Qur’an kemanapun dia pergi meniru kebiasaan Chelsea Clinton (puteri mantan Presiden Bill Clinton) yang juga pernah menghadiahkan Qur’an kepada Tony Blair (Berita tentang hal ini bisa diakses di berbagai website, salah satu website misalnya http://education.guardian.co.uk/oxbridge/article/0,5500,561865,00.html. Pengakuan Blair bahwa dia telah membaca Al Qur’an juga dapat dilihat diwebsite resmi perdana menteri Inggris pada file tentang Tony Blair (lihat referensi).

- Amerika didirikan di atas asas kebebasan, kesetaraan dan keadilan

Menurut Ustadz Syamsi Ali (berdasarkan forward mailing list MIIAS) asas-asas yang mendasari berdirinya Amerika sejalan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini juga diakui oleh Michael Wolfe penulis artikel berjudul “Islam: The Next American Religion?”. Menurut Wolfe, Islam merupakan agama yang fit bagi kondisi Amerika saat ini. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Wolf antara lain: Islam memiliki semangat demokrasi, Islam itu egalitarian, dan Islam toleran terhadap keyakinan lain. Singkatnya, menurut Wofl America is closer in spirit to Islam than many Arab countries.

Wajah Islam seperti apa yang muncul di Amerika Serikat?

Islam yang lahir dari suatu tempat dimana kebebasan individu sangat dihargai dan juga di tengah tengah masyarakat yang pluralis dengan beragam latar belakang ditambah dengan tingkat pendidikan tinggi dan berfikir kritis tentunya akan lain dengan Islam yang ada sekarang di Negara-negara Timur Tengah atau di Indonesia dimana tingkat pendidikan masyarakat secara rata-rata masih sangat rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan masyarakat di Negara-negara Barat. Muslim di Amerika (yang umumnya educated berdasarkan sebuah laporan penelitian) tentunya lebih toleran baik terhadap perbedaan pandangan maupun terhadap kelompok agama lain. Islam yang lahir di Negara-negara Barat umumnya dan di Amerika khususnya cenderung tidak mengarah pada sektarianisme, karena masyarakat Barat sudah terbiasa dengan perbedaan. Meskipun mungkin aliran sunni banyak berpengaruh pada perkembangan Islam di Barat, tetapi isu-isu sektarianisme atau paham golongan tidaklah kental seperti yang terjadi di Timur Tengah (sunni dan syiah) atau di Indonesia (NU, Muhammadiyah dan kelompok lain). Jadi yang muncul adalah nama Islam tanpa embel-embel. Apa yang dikatakan salah seorang guru penulis mungkin dapat mendukung hal tersebut di atas. Salah seorang guru penulis di kampung halaman pernah mengatakan “seorang ustadz di kampung belum sempurna menjadi ustadz kalau belum pernah menetap di Jakarta”. Mengapa? Karena dengan pernah menetap di Jakarta untuk sekian lama, maka akan terbiasa bergaul atau bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Hal ini akan membentuk karakter seseorang yang lebih toleran terhadap perbedaan dan mengurangi rasa ke”AKU”an seperti akulah yang paling benar. Kalau di kampung banyak dijumpai sentimen keNUan dan keMuhamadiyahan, maka sentimen ini tidak terlalu kental atau tak terlihat di Jakarta.

Islam pasca peristiwa 11 September

Peristiwa 11 September yang diduga sebelumnya akan membalikkan tren perkembangan Islam yang pesat di Negara-negara Barat khususnya Amerika, ternyata peristiwa tersebut justru menjadi starting point keinginan masyarakat Barat untuk mengetahui lebih jauh apa itu Islam. Salah satu buktinya adalah Qur’an sebagai ‘Buku” paling laris atau best seller. Di Inggris, setelah peristiwa 11 September menurut laporan dari Masjid Menchester ada 16 orang yang masuk Islam. Di Amerika pasca 11 September, memang sempat terindikasi adanya perlambatan dalam jumlah orang yang memeluk Islam (lihat Grafik 1 di atas) khususnya pada 2002. Akan tetapi sejak 2003, laju pertambahan orang yang masuk Islam terlihat lebih cepat. Hal ini mungkin dikarenakan banyak orang yang setelah membaca Al Qur’an ternyata justru menemukan bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Islam sebagai agama yang dipahami secara salah (misunderstood religion) khususnya di Amerika Serikat utamanya disebabkan paling tidak oleh dua faktor. Pertama, sebagian besar masyarakat Amerika tidak banyak mengetahui tentang Islam atau bahkan tidak tahu sama sekali. Hasil sebuah survei yang dilakukan setelah peristiwa 11 September diperoleh bahwa lebih dari 60% tidak tahu tentang Islam. Kedua, adanya kecenderungan media massa yang menampilkan Islam secara negatif. Hal ini bisa dipahami mengingat media massa yang umumnya dikuasai oleh golongan yahudi, yang menurut Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 82 (lihat di bawah) merupakan salah satu golongan yang paling keras memusuhi Islam. Hal ini didukung oleh cerita singkat di bawah. Penulis dapatkan sebuah cerita yang menurut penulis menarik untuk diungkapkan. Ringkasnya, setelah peristiwa 11 September Dr. Walid Fatihi, seorang instruktur di Harvard Medical School, beserta keluarga dan anaknya datang ke Gereja terbesar di Boston atas undangan resmi dari Masyarakat Isalm Boston (Islamic Society of Boston) untuk mewakili Islam untuk memenuhi undangan khusus dari senator Boston. Pada kesempatan tersebut dia membacakan pernyataan resmi pengecaman peristiwa 11 September yang isinya juga menyatakan prinsip-prinsip Islam dan ajaran-ajarannya. Setelah itu dia membacakan beberapa ayat Al Qur’an yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Apa yang terjadi adalah gereja tersebut dipenuhi dengan air mata ketika mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dibacakan. Setelah acara selesai, seseorang wanita mengatakan padanya: “Saya tidak paham bahasa Arab, tetapi tidak ada keraguan bahwa apa yang kamu katakana adalah firman Allah”. Lalu ada lagi yang seorang pria yang penuh dengan air mata yang berdiri menunggu di pintu masuk gereja berkata: “Kamu sama seperti kami; tidak, kamu lebih baik dari kami”. Pada hari berikutnya, giliran Islamic Society of Boston mengundang secara terbuka masyarakat Boston untuk datang ke Islamic Centre untuk berdialog. Undangan tersebut diperkirakan paling banyak dihadiri oleh 100 orang, tetapi di luar dugaan lebih dari 1000 orang hadir baik dari masyarakat gereja dan pimpinan gereja setempat, dosen, mahasiswa dan pejabat. Mereka semua duduk di lantai masjid. Sekali lagi ketika dibacakan ayat-ayat Al Qur’an mata mereka penuh dengan air mata. Sejak itu banyak di antara mereka yang meminta untuk ikut serta dalam kajian mingguan (weekly lessons) khusus bagi non-muslim yang diadakan oleh Islamic Centre tersebut. Banyak di antara mereka yang mengaku mengetahui Islam hanya dari media yang cenderung bias. Peristiwa tersebut sebenarnya juga pernah terjadi pada jaman Nabi dimana ketika orang-orang Nasrani dari Najran diundang Nabi lalu ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, air mata mereka bercucuran. Al Qur’an menyebutkan bahwa orang-orang Kristen adalah kelompok yang dekat persahabatannya dengan orang-orang Islam dibandingkan kaum lainnya. QS Al Maidah ayat 82-83 berbunyi (artinya):“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi.

Penutup

Sebagai penutup, penulis kutipkan QS An Nashr ayat 1-2 yang artinya: “Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan, maka kamu akan melihat orang masuk agama Allah dengan berbondong-bondong”. Meskipun ayat ini turun menggambarkan penaklukan kota Mekkah sebagai basis kaum musyrik/kafir, penulis yakin bahwa karena Al Qur’an berlaku sepanjang zaman, maka Amerika sebagai Negara adidaya yang mungkin tidak ada negara satupun yang bisa menandinginya, hanya bisa ditaklukan oleh Islam. Jadi peristiwa serupa seperti Fathu Makkah itu akan terjadi di Amerika yang kalau boleh disebut Fathu Amrikiyyah. Dan yakinlah bahwa sesuai janji Allah bahwa Islam akan keluar sebagai pemenang dan melebihi semua agama yang ada, seperti yang disebutkan pada QS Al-Fat-h (Kemenangan) ayat 28 yang artinya:

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS 48:28).

Dan Juga QS. At Taubah, 9: 32-33

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”. (QS. At Taubah, 9: 32-33).

Atas kekuasaan Allah Islam akan Berjaya kembali suatu saat sesuai janji Allah di atas, dan mungkin bisa juga kita renungkan apa kata Napoleon Bonaparte: “I hope the time is not far off when I shall be able to unite all the wise and educated men of all the countries and establish a uniform regime based on the principles of Qur’an which alone are true and which alone can lead men to happiness”. (French Emperor Napoleon Bonaparte, dikutip dalam Christian Cherfils, ‘Bonaparte et Islam,’ Pedone Ed., Paris, France, 1914, pp. 105, 12). Apakah Napoleon resmi masuk Islam, ada perbedaan pendapat. Tetapi David Mosa Pidcock, seorang muallaf dari Inggris, dalam bukunya berjudul “Satanic Voices – Ancient and Modern” yang mengutif sebuah surat kabar resmi berbahasa Perancis menyatakan keyakinannya bahwa Napoleon Bonaparte masuk Islam bahkan menurut dia surat kabar tersebut menyebutkan nama muslimnya yaitu ‘Aly (Ali) Napoléon Bonaparte’. Wallohu a’lam.

Referensi:

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Depag.
Ihsan Bagby, I. Perl, P.M., and Froehle, B.T. 2001, The Mosque in America: A National Portrait, A Report from the Mosque Study Project, Council on American-Islamic Relations, Washington, D.C.
http://www.riseofislam.com/europe_and_islam_01.html
Wolfe, Michael “Islam: The Next American Religion?”, available:www.masjidtucson.org
Napoleon Bonaparte embraced Islam? http://media.isnet.org/off/Islam/New/napoleon.html



http://alisaid.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....