Mayoritas negara Asia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan ekonomi, meski krisis ekonomi global menghantam keras pada tahun 2009 yang lalu. Sebagian besar negara Asia cukup “terlatih” menghadapi sejak krisis menghantam Asia tahun 1997 yang telah lalu. Namun demikian, tiap negara dan pemerintahan di Asia mesti lebih sensitif memandang fenomena krisis global karena kaum termiskin di masyarakat yang menanggung beban terberat. Hal tsb terungkap dalam “The Fourth Annual Forum of Emerging Leaders in Asian Journalism” di Manila, Filipina, pekan lalu.
“Namun demikian, tetap saja krisis ekonomi global akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia, tapi tak sampai berhenti total. Krisis global saat ini diderita lebih parah oleh Amerika Serikat dan Eropa,” kata Prof.Cielito Habito, peneliti di Asian Development Bank Institute ( ADBI ) dan Direktur Ateneo Center for Economics Research and Development.
Penyebab krisis global kali ini adalah program pinjaman rumah murah di AS ( yang diluncurkan pemerintahan G.W.Bush ), yang memacu warga AS membeli rumah , tapi kemudian dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Keuntungan yang diraih oleh banyak warga AS itu mendorong terjadinya konsumsi berlebihan. Di sisi lain terjadi kredit macet.
( Uang dan surat hutang yang dikeluarkan bank AS dalam program itu tanpa jaminan/ underline/ nilai riil, sehingga ketika rumah dijual lagi sekian kali lipat, uang itu makin tak bernilai, sampai 3000 kali lipat. Uang jadi komiditi, bukan alat tukar. Saat investor di bursa saham akan menarik uangnya, tak ada tanah atau emas sebagai jaminan untuk digadaikan, mengganti kerugian investor. Bank2 AS dikuasai kaum zionis, dirintis sejak perang Salib. Ekonominya hitman. Tabrak lari_vitri ).
Krisis menyebar ke berbagai belahan dunia karena sistem kredit perbankan dan investasi terkait secara global ( kartu kredit, kliringnya di AS ). Untuk wilayah Asia, krisis itu tak terlalu mematikan ( kecuali beberapa negara ), karena sebagian besar negara di wilayah ini sudah lama mengutamakan kerja sama ekonomi antar Asia. Negara2 di Asia yang mengalami pukulan telak krisis global adalah Singapura, Jepang, Thailand, Cina dan India. Filipina pertumbuhan ekonominya melambat cukup signifikan karena banyak bergantung pada AS.
Habito mengingatkan agar negara2 Asia tetap waspada. Sampai saat ini krisis ekonomi terus memburuk di AS dan Eropa, dan bisa merembet ke kawasan Asia. Paket kebijakan ekonomi pemerintahan Barack Obama di AS belum mampu mengatasi krisis di AS. Paket itu hanya memperlambat proses krisis dan pada dasarnya ekonomi AS masih terus mengalami kejatuhannya.
Prof.Leonor Magtolis Briones, co-coordinator Social Watch Asia dan pengajar di University of Philippines mengkritik banyak negara Asia yang mengandalkan program2 pembangunan jangka pendek bermodalkan hutang luar negeri. Padahal program2 jangka pendek itu tidak memiliki efek berkelanjutan, dan malah menciptakan hutang yang harus ditanggung masyarakat negara2 Asia yang mayoritas miskin.
Karena itu, lanjut Leonor, jurnalisme harus berperan lebih banyak menunjukkan “wajah manusia” dari situasi krisis, wajah manusia yang paling terkena dampak krisis, untuk mengingatkan pembuat kebijakan, bahwa setiap paket kebijakan harus mengacu pada kesejahteraan manusia secara kualitatif. Bukan hanya pertumbuhan angka GDP, yang tidak mewakili angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya. ( PR, 27/5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....