30 Okt 2012

Asal Mulanya Gajah Mada

Gajah Mada
Keberadaan dan asal-usul pahlawan yang kondang dengan Sumpah Palapa ini masih menjadi misteri bagi semua orang. Bahkan para ahli sejarah pun belum menemukan kata sepakat dimana dia dilahirkan. Dimana dia dibesarkan sampai bagaimana sosok Patih Gajah Mada menghabiskan masa tuanya sampai saat ini menjadi tanda tanya besar. Serta menjadi teka-teki sejarah yang belum terpecahkan.
Ada bahasan menarik yang disampaikan oleh sastrawan Anuf Chafiddi atau sering dipanggil Viddy AD Daery dalam makalahnya dalam Seminar Sesi II tentang Kontroversi Gajah Mada dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah di Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 di Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng Senin (29/10).
Secara tegas dirinya memberikan judul dalam makalahnya; "Foklor Mengenai Gajah Mada Lahir di Modo, Lamongan" yang artinya menyatakan dirinya yakin bahwa Gajah Mada dilahirkan, besar dan mati di Lamongan, Jatim.
"Gajah Mada pahlawan maha besar nusantara itu lahir di wilayah Lamongan, Jawa Timur? Untuk menjawab pertanyaan itu akan menimbulkan berbagai macam jawaban kalau ditanyakan ke banyak orang. Namun kalau ditanyakan kepada saya. Jawaban saya adalah betul," ungkap Viddy.
Ada lima alasan yang menjadikan Viddy yakin bahwa Gajah Mada berasal dari Lamongan, Jatim. Alasan itu di antaranya, di daerah Desa Modo dan sekitarnya termasuk Desa Pamotan, Desa Ngimbang, Desa Bluluk, Desa Sukorame dan sekitarnya tersebar foklor atau cerita rakyat. Dongeng dari mulut ke mulut mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah kelahiran wilayah Desa Modo.
Kelima desa itu merupakan daerah ibu kota sejak didirikan jaman Kerajaan Kahuripan Erlangga. Bahkan anak cucu raja juga mendirikan ibu kota di situ. Alasanya strategis alamnya bergunung-gunung, bagus untuk pertahanan dan dekat dengan Kali Lamong cabang Kali Brantas. Selain itu ada jalan raya Kahuripan-Tuban yang dibatasi Sungai Bengawan Solo di Pelabuhan Bubat (kini bernama Kota Babat). Ibu kota ini baru digeser oleh cicit Airlangga ke arah Kertosono-Nganjuk.
Kemudian baru di zaman Jayabaya digeser lagi ke Mamenang, Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok, digeser masuk lagi ke Singosari. Baru kemudian oleh R Wijaya dikembalikan ke arah muara yaitu ke Tarik. Namun, anaknya yang akan dijadikan penggantinya yakni Tribuana Tunggadewi diratukan di daerah Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi yaitu di Kahuripan alias Rani Kahuripan, Lamongan.
"Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan yaitu di Badender (bisa Badender Bojonegoro, bisa Badender kabuh, Jombang, keduanya memiliki rute ke arah Lamongan (Pamotan-Modo-Bluluk dan sekitarnya). Itu sesuai teori masa anak-anak dimana kalau anak kecil atau remaja berkelahi di luar desa pasti jika kalah lari menyelamatkan diri masuk ke desa minta dukungan. Di desanya banyak teman, kerabat maupun guru silatnya. Saya kira Gajah Mada juga menerapkan taktik itu,"ungkapnya.
Sebuah situs kuburan Ibunda Gajah Mada, yaitu Nyai Andongsari juga menjadikan Viddy yakin bahwa patih kerajaan jaman Majapahit itu berasal dari Lamongan. Kemudian juga ada situs kuburan yang sampai saat ini menjadi perdebatan dan kontroversial yang diyakini warga sekitar merupakan kuburan patih Gajah Mada. Namun, kuburan itu dalam posisi dan berkarakter kuburan islam.
"Kuburannya menghadap ke arah persis sebagaimana kuburan orang Islam. Kalau misalnya hal ini benar maka wajar saja masa tua Gajah Mada tidak ditulis di babad-babad atau kitab kuno. Sengaja disisihkan atau dihapus dari sejarah karena Gajah Mada mungkin dianggap 'murtad' atau semacam itu," jelasnya.
Arkeolog sekaligus sejarawan Fakultas Sejarah Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar menyatakan secara arkeologis belum ditemukan data tentang asal muasal dan keberadaan pasti Gajah Mada. Bahkan beberapa temuan prasasti-prasasti yang menyinggung tentang cerita Gajah Mada belum dan tidak bisa digunakan untuk penelitian dan memastikan benang merah sejarah cikal bakal Gajah Mada itu sendiri.
"Beberapa data soal keberadaan Gajah Mada yang belum digunakan. Data Gajah Mada secara arkeologis tidak ada. Yang ada nanti jika digunakan menjadi tafsir di atas tafsir. Prasasti yang terabaikan itu diantaranya: Prasasti Gajah Mada di situs Candi Singosari (Tahun 1351 M), Prasasti Relief Mahameru (Pawitra) yang menjelaskan Mahameru sebagai titik asis mundi.
Kemudian penemuan Candi Tikus di situs Trowulan yang gayanya mirip Candi Singosari. Mungkinkah Candi Tikus diperintah Gajah Mada untuk dibangun.
"Candi Kepung 7 meter di muka tanah sangat dekat dengan Candi Tikus di Kepung Kediri. Ada lagi Prasasti Hemadwalandit, Prasasti Bendodari (Tahun 1360 M),"tuturnya.
Agus Aris menyatakan karena tidak ada bukti arkeologis yang ditemukan terkait keberadaan dan cikal bakal Gajah Mada dan saking menariknya tokoh yang satu ini, banyak sekali daerah yang sampai mengklaim secara lisan bahwa di daerah mereka merupakan asal muasal maupun tempat meninggalnya Gajah Mada.
"Ada yang mengakui bahwa Gajah Mada dari Buton, Gajah Mada dari Wange-wange Bali. Ada yang bahkan mengatakan bahwa Gajah Mada adalah keturunan pasukan Tor-Tor,"ungkap Agus Aris Munandar.
Sampai saat ini, penelitian Arkeologi belum berhasil menemukan jati diri, sosok Gajah Mada yang seutuhnya. Sebab dari arkeologi sejarah, mempunya peringkat validitas data.
"Data primer, data sekunder dan data tertier. Berita- berita dari mulut ke mulut (folklor) itu, menurut Aris itu merupakan data tersier dan bersifat negatif. Data primer prasasti itu mutlak dan dibuat pada jamanya. Prasasti dengan angka tahun dihargai dengan angka tahun. Data pendukung: zaman, bergeser. Negarakertagama lebih falid dari Pararathon. Ada peringkat yang tidak bisa kami tabrak begitu saja. Silahkan multi tafsir nanti akan diperbaiki," kata Agus.
Sumber:

 Versi lain :
awal sejarah hidup Gajah Mada tidak jelas. Namun, Encarta Encylopedia memperkirakan Gajah Mada lahir 1290 M. Jadi, ia lahir lahir – dan besar – saat terjadi transisi politik dari Raden Wijaya kepada Jayanagara. Penulisan tokoh Gajah Mada juga sering dihubungkan dimensi supernatural, yang sulit dihindari karena masyarakat Indonesia menilai tinggi dimensi tersebut. Penyingkapan jatidiri Gajah Mada hendaklah menghindari pencampuadukan tersebut. Juga terdapat pendapat menyebut Gajah Mada turunan Mongol. Ia terlahir sebagai anak anggota pasukan Mongol yang menetap di Jawa dan lalu menikahi perempuan lokal. Argumentasi ini dibuat karena periode kelahiran Gajah Mada berlingkup penyerangan Majapahit oleh Dinasti Yuan, dinasti Cina keturunan Mongol.
Suryadinata menulis, Gajah Mada mengandalkan intelijensi, keberanian, dan loyalitas dalam mobilitas vertikalnya. Karir lanjutannya kepala pasukan Bhayangkara, pasukan penjaga keamanan Raja dan keluarga. Saat itu, raja patronnya Jayanagara, berkuasa di Majapahit 1309-1328 M. Dengan demikian, Gajah Mada tentu tengah meniti karir militer level bawah sejak era Raden Wijaya, raja pertama Majapahit.
Gajah Mada ialah salah satu Patih, kemudian Mahapatih, Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Tidak diketahui sumber sejarah mengen
Gajah Mada ialah salah satu Patih, kemudian Mahapatih, Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Tidak diketahui sumber sejarah mengenai kapan dan di mana Gajah Mada lahir. Ia memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta & Sadeng pun akhirnya takluk. Patih Gajah Mada kemudian diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).
Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yakni ia baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut: “ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”
(Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.)
Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit,
Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.
Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura..[sip]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....