30 Okt 2012

Siapakah Sebenarnya DN Aidit Itu..?

Dipa Nusantara Aidit
Dipa Nusantara Aidit, lebih dikenal dengan DN Aidit (30 Juli 1923 – 22 November 1965), adalah Ketua Central Comitte Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Pulau Bangka, dan dipanggil “Amat” oleh orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung. Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan keagamaan, “Nurul Islam”, yang berorientasi kepada Muhammadiyah.
Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja. Dari Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan “Antara” di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang (”Handelsschool”). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.
Seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern)
Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit mengikuti paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap Sukarno, ia berhasil menjadi menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRT. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer. Pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang kapten. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.
Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto mengeluarkan versi resmi bahwa PKI-lah pelakunya, dan sebagai pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini. Tuduhan ini tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran oleh militer ketika ia melarikan diri ke Yogyakarta dan dibunuh di sana oleh militer. Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini. Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum “diberesi”. Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya dimakamkan.
Sudah sejak muda, sejak jaman penjajahan Belanda, Aidit dalam umur belasan tahun telah ikut serta dalam gerakan melawan penjajahan dalam berbagai bentuknya. Sudah sejak muda pula ia gemar membaca dan tertarik pada marxisme. Di masa revolusi fisik ada sebutan populer di kalangan kaum kiri, “mabuk marxisme” dalam artian positif, giat belajar teori dengan membaca, berdiskusi dan berdebat serta kursus-kursus politik sejak masa pendudukan Jepang, serta menerapkannya dalam praktek perjuangan. Selanjutnya juga menuliskan berbagai gagasannya.
Di Menteng 31 bersama banyak pemuda yang lain ia digembleng para pemimpin nasional. Sejumlah pemuda di antara mereka itu di kemudian hari menjadi tokoh komunis, di samping DN Aidit, di antaranya Wikana (salah seorang tokoh pemuda yang berperan penting dalam “penculikan” Bung Karno dan Bung Hatta pada 15 Agustus 1945), MH Lukman, Sidik Kertapati dsb. Jadi tidak benar jika sejarawan Prof Dr Brigjen Nugroho Notosusanto menyatakan kaum komunis tidak punya peran dalam Proklamasi 17 Agustus 1945, ini bagian dari pemalsuan sejarah.
Pada usia 38 tahun pada 1951 Aidit menjadi pemimpin tertinggi PKI bersama MH Lukman dan Nyoto. Pada 1952, setahun setelah kepemimpinannya, anggota PKI terdiri dari 8.000 orang. Tetapi pada 1964 mereka telah menghimpun jutaan anggota. Dalam pemilu demokratis pertama pada 1955 PKI keluar sebagai partai terbesar keempat, dalam pemilu di Jawa pada 1957 PKI meningkat sebagai partai terbesar pertama. Ini sungguh suatu prestasi luar biasa yang dicapai para pemimpin PKI muda usia. Oleh karenanya pihak pimpinan AD tidak menyukai pemilu semacam itu. Sebelum tragedi 1965 PKI mengklaim memiliki 3 juta anggota dengan 20 juta pengikut dan simpatisan, di antaranya terhimpun dalam organisasi massa. PKI menjadi partai komunis terbesar di luar kubu sosialis. Dengan demikian Aidit menjadi tokoh komunis internasional yang suaranya tidak dapat diabaikan oleh kawan maupun lawan. Namanya berkibar dalam iklim perang dingin antara blok kapitalis dengan blok komunis, perang ideologi antara komunis “murni” dan komunis “revisionis”, persaingan dan perkelahian antara blok Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dalam perselisihan ideologi ini PKI di bawah pimpinan Aidit cs berusaha bersikap netral secara politik.
Sebagai partai massa PKI memiliki disiplin tinggi, keanggotaannya diatur secara berjenjang yang dimulai dengan calon anggota sebelum seseorang diterima sebagai anggota penuh yang didampingi seorang pembina. Hal itu di antaranya didasarkan pada ideologi seseorang serta pengalaman perjuangan dan kontribusinya terhadap Partai. Dengan kriteria semacam itulah seseorang dapat menduduki kepengurusan Partai maupun jabatan dalam pemerintahan setelah kemenangan pemilu. Untuk hal-hal penting semacam di atas, butir kredit buat pemimpin kolektif tertinggi PKI, utamanya pada tokoh Aidit. Pemimpin muda ini sangat dinamis, berani, bergerak cepat, dengan daya tahan fisik dan mental luar biasa, bisa jadi sejumlah kawannya terkadang tertinggal dengan geraknya. Di samping itu ia pun tak lupa menekankan akan pentingnya kesabaran revolusioner dalam perjuangan jangka panjang.
Mengenai Kematian dan Makam DN Aidit

Biodata DN Aidit
  • Nama lengkap: Dipa Nusantara Aidit
  • nama panggilan: DN. Aidit
  • Kelahiran: Bangka, 30 Juli 1923.
  • Dikenal Karena: Dia pada masanya merupakan tokoh hebat dan punya pengaruh besar setelah menjadi kertua CC PKI, namun setelah PKI “dituduh” terlibat Kudeta merangkak G30S/PKI, DN Aidit kemudian ditangkap tentara. Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum “diberesi”. Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati.[sip]

3 komentar:

Silahkan Coretannya yang ditunggu untuk kebaikan bersama....