Dipa Nusantara Aidit |
Menjelang dewasa, Achmad Aidit mengganti
namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia memberitahukan hal ini kepada
ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja. Dari Belitung, Aidit berangkat
ke Jakarta, dan pada 1940, ia mendirikan perpustakaan “Antara” di daerah
Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang
(”Handelsschool”). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan
Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi
Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai
berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam
politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung
Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta
mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad
menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka
berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.
Seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern) |
Meskipun ia seorang Marxis dan anggota
Komunis Internasional (Komintern), Aidit mengikuti paham Marhaenisme
Sukarno dan membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan
untuk merebut kekuasaan. Sebagai balasan atas dukungannya terhadap
Sukarno, ia berhasil menjadi menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua.
Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di
dunia, setelah Uni Soviet dan RRT. Ia mengembangkan sejumlah program
untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani,
Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan
PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan karena
program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa
berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di
antara partai-partai politik Islam dan militer. Pada 1965, PKI menjadi
partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam
memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30
September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta
dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang kapten.
Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.
Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal
Soeharto mengeluarkan versi resmi bahwa PKI-lah pelakunya, dan sebagai
pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini. Tuduhan ini
tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran oleh
militer ketika ia melarikan diri ke Yogyakarta dan dibunuh di sana oleh
militer. Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini. Menurut versi
pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah
batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur
dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam
sebelum “diberesi”. Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat
pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara
yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi
mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati. versi yang
lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat ia
ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana
jenazahnya dimakamkan.
Sudah sejak muda, sejak jaman penjajahan
Belanda, Aidit dalam umur belasan tahun telah ikut serta dalam gerakan
melawan penjajahan dalam berbagai bentuknya. Sudah sejak muda pula ia
gemar membaca dan tertarik pada marxisme. Di masa revolusi fisik ada
sebutan populer di kalangan kaum kiri, “mabuk marxisme” dalam artian
positif, giat belajar teori dengan membaca, berdiskusi dan berdebat
serta kursus-kursus politik sejak masa pendudukan Jepang, serta
menerapkannya dalam praktek perjuangan. Selanjutnya juga menuliskan
berbagai gagasannya.
Di Menteng 31 bersama banyak pemuda yang
lain ia digembleng para pemimpin nasional. Sejumlah pemuda di antara
mereka itu di kemudian hari menjadi tokoh komunis, di samping DN Aidit,
di antaranya Wikana (salah seorang tokoh pemuda yang berperan penting
dalam “penculikan” Bung Karno dan Bung Hatta pada 15 Agustus 1945), MH
Lukman, Sidik Kertapati dsb. Jadi tidak benar jika sejarawan Prof Dr
Brigjen Nugroho Notosusanto menyatakan kaum komunis tidak punya peran
dalam Proklamasi 17 Agustus 1945, ini bagian dari pemalsuan sejarah.
Pada usia 38 tahun pada 1951 Aidit
menjadi pemimpin tertinggi PKI bersama MH Lukman dan Nyoto. Pada 1952,
setahun setelah kepemimpinannya, anggota PKI terdiri dari 8.000 orang.
Tetapi pada 1964 mereka telah menghimpun jutaan anggota. Dalam pemilu
demokratis pertama pada 1955 PKI keluar sebagai partai terbesar keempat,
dalam pemilu di Jawa pada 1957 PKI meningkat sebagai partai terbesar
pertama. Ini sungguh suatu prestasi luar biasa yang dicapai para
pemimpin PKI muda usia. Oleh karenanya pihak pimpinan AD tidak menyukai
pemilu semacam itu. Sebelum tragedi 1965 PKI mengklaim memiliki 3 juta
anggota dengan 20 juta pengikut dan simpatisan, di antaranya terhimpun
dalam organisasi massa. PKI menjadi partai komunis terbesar di luar kubu
sosialis. Dengan demikian Aidit menjadi tokoh komunis internasional
yang suaranya tidak dapat diabaikan oleh kawan maupun lawan. Namanya
berkibar dalam iklim perang dingin antara blok kapitalis dengan blok
komunis, perang ideologi antara komunis “murni” dan komunis
“revisionis”, persaingan dan perkelahian antara blok Partai Komunis Uni
Soviet (PKUS) dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Dalam perselisihan
ideologi ini PKI di bawah pimpinan Aidit cs berusaha bersikap netral
secara politik.
Sebagai partai massa PKI memiliki
disiplin tinggi, keanggotaannya diatur secara berjenjang yang dimulai
dengan calon anggota sebelum seseorang diterima sebagai anggota penuh
yang didampingi seorang pembina. Hal itu di antaranya didasarkan pada
ideologi seseorang serta pengalaman perjuangan dan kontribusinya
terhadap Partai. Dengan kriteria semacam itulah seseorang dapat
menduduki kepengurusan Partai maupun jabatan dalam pemerintahan setelah
kemenangan pemilu. Untuk hal-hal penting semacam di atas, butir kredit
buat pemimpin kolektif tertinggi PKI, utamanya pada tokoh Aidit.
Pemimpin muda ini sangat dinamis, berani, bergerak cepat, dengan daya
tahan fisik dan mental luar biasa, bisa jadi sejumlah kawannya terkadang
tertinggal dengan geraknya. Di samping itu ia pun tak lupa menekankan
akan pentingnya kesabaran revolusioner dalam perjuangan jangka panjang.
Mengenai Kematian dan Makam DN Aidit
Mengenai Kematian dan Makam DN Aidit
Biodata DN Aidit
- Nama lengkap: Dipa Nusantara Aidit
- nama panggilan: DN. Aidit
- Kelahiran: Bangka, 30 Juli 1923.
- Dikenal Karena: Dia pada masanya merupakan tokoh hebat dan punya pengaruh besar setelah menjadi kertua CC PKI, namun setelah PKI “dituduh” terlibat Kudeta merangkak G30S/PKI, DN Aidit kemudian ditangkap tentara. Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah jam sebelum “diberesi”. Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati.[sip]
ohhh baru tahu saya dn aidit siapa
BalasHapussaya tahunya dn aidit anggota PKI bukan ya?
BalasHapusdia pimpinan partai PKI wkt itu...smua sejarah simpang siur...
Hapus