|
Kisah Nabi Khidir AS |
Al-Khiḍir adalah seorang nabi
misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dalam Surah
Al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang nabi Khidir yang mengajarkan
tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa asal usul dan kisah
lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan.
Al-Khiḍr secara harfiah berarti 'Seseorang yang Hijau' melambangkan
kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan
“berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam literature tasawuf,
dikatakan bahwa Khidr memiliki telah diberikan sebuah nama, yang paling
terkenal adalah Balyā bin Malkān.
Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis
Annemarie Schimmel, Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat
nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau
‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Nabi Idris , Nabi Ilyas , dan Nabi Isa.
Nabi Khidir hidupnya abadi hingga hari Kiamat, karena ia dianggap telah
meminum air kehidupan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa
Khidr adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia.Ia juga
diidentifikasikan sebagai St. George. Diantara pendapat awal para
cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khidr dibentuk
dari Jethro.”
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama
dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan
Khidr adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama
julukan. Khidr telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai
“Elijah versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi.
Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya
sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain
Bahwa Nabi Khidir itu berumur panjang dan masih hidup sampai sekarang
masih diyakini sebagian besar kaum muslimin pada umumnya, khususnya umat
muslimin Islam tradisional di Indonesia.Kisah-kisah tentang Nabi
Khidir ii terus menarik perhatian semua orang karena keunikannya.
Berikut ini di tuturkan kisah asal mula Nabi Khidir bisa berumur panjang, walau semua itu tidak lepas dari kehendak Allah SWt.
Kisah ini diriwayatkan ole Ats-tsa labi dari imam Ali, yang bermula dari
Raja Iskandar Zulkarnain yang disebut The Great Alexander (Iskandar
yang agung). Sebutan The Great Alexander kepada Raja Iskandar Zulkarnain
karena beliau adalah seorang kaisar yang mampu menaklukkan dunia barat
dan timur.Beliau disegani dan ditakuti orang di seluruh dunia pada
zamannya.Walau demikian, posisi ini tidak menjadikan beliau sombong,
beliau adalah salah seorang raja yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT.
Suatu ketika raja Iskandar Zulkarnain pada tahun 322 SM berjalan di atas
bumi menuju ke tepi bumi (istilah ke tepi bumi ini disebut orang
sebelum Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1492 pada saat itu
anggapan orang bumi itu tidak bulat). Allah mewakilkan seorang malaikat
yang bernama Rafa’il untuk mendampingi Raja Iskandar Zulkarnain.
Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang dan raja Iskandar
Zulkarnain berkata kepada malaikat Rafa’il : “wahai malaikat Rafa’il
ceritakanlah kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit.” Malaikat
Rafa’il berkata:”ibadah para malaikat di langit di antaranya ada yang
berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya. Ada yang sujud tidak
mengangkat kepala selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak
mengangkat kepala selama-lamanya.” Mendengar keterangan ini Raja
termenung. Dalam benaknya timbul keinginan bisa melakukan hal yang sama
seperti malaikat. Niatnya hanya satu agar dapat beribadah kepada Allah.
Lalu malaikat Rafa’il berkata: “Sesungguhnya Allah telah menciptakan
sumber air di bumi, namanya Ainul hayat yang artinya sumber air hidup,
maka barang siapa yang meminumnya seteguk,maka tidak akan mati sampai
hari kiamat atau sehingga ia memohon kepada Allah agar supaya
dimatikan.”
Kemudian raja bertanya kepada malikat Rafa’il:” apakah kau tahu dimana
tempat ainul hayat itu.” Malaikat rafa’il menjawab: “ Bahwa sesungguhnya
Ainul hayat itu berada di bumi yang gelap.”Setelah raja mendengar
keterangan dari malaikat Rafa’il tentang Ainul hayat, maka raja segera
mengumpulkan alim ulama pada zaman itu. Raja bertanya kepada mereka
tentang Ainul hayat itu tetapi mereka menjawab: kita tidak tahu
kabarnya, namun ada seorang yang alim di antara mereka menjawab :”
sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat nabi Adam AS, beliau
berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang
gelap.” Dimanakah tempat bumi yang gelap itu ? Tanya raja. Dan
dijawab, yaitu di tempat keluarnya matahari.
Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja
bertanya kepada sahabatnya: “ kuda apa yang sangat tajam penglihatannya
di waktu gelap? Dan sahabat menjawab, yaitu kuda betina yang perawan.
Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang masih perawan,
lalu raja memilih di antara tentaranya yang sebanyak 6000 orang dipilih
yang cendekiawan dan yang ahli mencambuk.
Di antara mereka adalah Nabi Khidir AS berjalan di depan pasukannya.
Setelah menempuh perjalanan jauh maka mereka jumpai dalam
perjalanan,bahwa tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.
Kemudian mereka tidak berhenti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun,
sehingga sampai di tepi bumi yang gelap itu, ternyata gelapnya itu
seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam.
Kemudian seorang yang sangat cendekiawan mencegah raja masuk ke tempat
gelap itu dan tentara-tentaranya berkata kepada raja. “ Wahai raja,
sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk ke tempat
gelap ini karena tempat ini gelap dan berbahaya “. Raja berkata : “Kita
harus memasukinya, tidak boleh tidak “. Kemudian raja hendak masuk,
maka mereka semua membiarkannya siapakah yang berani membantah perintah
maharaja yang disegani dunia barat dan dunia timur. Kemudian raja
berkata kepada pasukannya : “ Diamlah, kalian di tempat ini selama 12
tahun, jika aku bisa datang kepada kalian dalam masa 12 tahun itu maka
kita pulang bersama, jika aku tidak datang selama 12 tahun maka
pulanglah kembali ke negeri kalian.
Kemudian raja berkata kepada Malaikat Rifail : “ Apabila kita melewati
tempat yang gelap ini apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita ? “. “
Tidak bisa kelihatan “ , jawab Malaikat Rifail : “ Akan tetapi aku
memberimu sebuah mutiara, jika mutiara itu ke atas bumi maka mutiara
tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras dengan demikian maka
teman-teman kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian” .
Kemudian Raja Zulkarnain masuk ke tempat tersebut dengan didampingi oleh
Nabi Khidir. Disaat mereka jalan Allah memberikan wahyu kepada Nabi
khidir As, “ Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan
jurang dan Ainul Hayat itu Aku khususkan untuk kamu “. Setelah Nabi
Khidir menerima wahyu tersebut kemudian beliau berkata kepada
sahabat-sahabatnya : “ Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing
dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang
kepada kalian “.
Lalu beliau berjalan menuju ke sebelah kanan jurang maka didapatilah
oleh beliau sebuah Ainul Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidir
turun dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun
dari kudanya dan beliau langsung melepas pakaiannya dan turun ke “
Ainul Hayat “ ( sumber air hidup ) tersebut, dan beliau terus mandi dan
minum sumber air hidup tersebut maka dirasakan oleh beliau airnya
lebih manis dibanding madu. Setelah beliau mandi dan minum Ainul hayat
tersebut terus menemui Raja Iskandar Dzulkarnain sedangkan raja tidak
pernah tahu apa yang terjadi pada Nabi Khidir As yaitu pada saat Nabi
Khidir melihat Ainul Hayat dan mandi.
Raja Iskandar Dzulkarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama
40 hari, tiba-tiba tampak oleh Raja sinar seperti kilat maka terlihat
oleh Raja, bumi yang berpasir merah dan terdenganr oleh Raja suara
gemericik di bawah kaki kuda. Kenudian Raja berkata kepada Malaikat
Rafail “ Suara apakah yang gemerincing di bawah kaki kuda tersebut ? “,
Malaikat Rafail menjawab : “ gemericik adalah suara benda apabila
seseorang mengambilnya niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak
mengambilnya niscaya ia akan menyesal juga. Suara gemericik itu membuat
orang jadi penasaran namun semua orang ragu-ragu dalam mentukan
sikapnya, mengambil benda itu atau tidak ?. Kemudian diantara pasukan
ada yang mengambilnya namun hanya sedikit setelah mereka keluar dari
tempat yang gelap itu ternyata bahwa benda tersebut adalah permata yakut
berwarna merah dan jambrut yang berwarna hijau; maka menyesallah
pasukan yang mengambil itu karena mengambilnya hanya sedikit, apalagi
para pasukan yang tidak mengambilnya pasti lebih menyesal lagi kenapa
mereka begitu bodoh tidak mengambil permata yang mahal harganya itu.
Demikianlah kisah asal mula Nabi Khidir berumur panjang. Bukti bahwa
Nabi Khidir berumur panjang adalah dari adanya kisah-kisah yang
menyebutkan bahwa beliau sudah ada sejak zaman Nabi Musa As, lalu beliau
juga pernah bertemu dengan Rosullullah SAW dan bahkan pernah berguru
Ilmu Fiqih kepada Imam Anu Hanifah.
Kisah Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahf ayat
65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa beliau
mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa
berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang
yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi
Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang
berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat
menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan
di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu
akan bertemu dengan hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu
mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba
yang shalih itu. Di samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali
mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Musa kemudiannya menunaikan perintah Allah itu dengan membawa ikan di
dalam wadah dan berangkat bersama-sama pembantunya yang juga merupakan
murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk
beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan
yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan
selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk
memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan
kebesaran Allah menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa
itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa untuk
menceritakannya kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi
perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya,
Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita,
sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah
Al-Kahfi : 62)
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga
baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui
hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi,
sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain
yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu
kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah
Al-Kahfi : 63)
Musa segera teringat sesuatu, bahwa mereka sebenarnya sudah menemukan
tempat pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut.
Kini, kedua-dua mereka berbalik arah untuk kembali ke tempat tersebut
yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya, tempat
bertemunya dua buah lautan.
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir.
Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut adalah pertemuan Laut Romawi
dengan Parsia yaitu tempat bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat
pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada
juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat
yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di
Laut Merah.
Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba
Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam
kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya
kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu”
Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani
Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan
dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan
kepada tuan.”
Khidir menegaskan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup
bersabar bersama-samaku.” (Surah Al-Kahfi : 67) “Wahai Musa,
sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebahagian daripada ilmu
karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan
kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu
yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai
seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu
urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)
Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka
janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku
sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)
Perjalanan Khidir dan Musa
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidir dan terjadilah beberapa
peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahawa baginda
tidak akan bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir.
Setiap tindakan Nabi Khidir a.s. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa
terperanjat.
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang
ditumpangi mereka bersama. Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya
untuk bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir memperingatkan janji
Nabi Musa, dan akhirnya Nabi Musa meminta maaf karena kalancangannya
mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi
Khidir.
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan, Nabi Khidir membunuh
seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa
pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat Nabi Musa
tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir
kembali mengingatkan janji Nabi Musa, dan beliau diberi kesempatan
terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang
dilakukan oleh Nabi Khidir, jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa
harus rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu wilayah
perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada penduduk
sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau
menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal
terhadap penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir
malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki tembok suatu
rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak kuasa kembali
untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini yang membantu memperbaiki
tembok rumah setelah penduduk menzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidir
menegaskan pada Nabi Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa
untuk menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus
melanjutkan perjalannya bersama dengan Nabi Khidir.
Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal
yang membuat Nabi Musa bertanya. Kejadian pertama adalah Nabi Khidir
menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu itu dimiliki
oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja yang
suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian yang kedua, Nabi Khidir menjelaskan bahwa beliau membunuh
seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan yang beriman dan
jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya menjadi
orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak
yang shalih dan lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak
cucunya.
Kejadian yang ketiga (terakhir), Nabi Khidir menjelaskan bahwa rumah
yang dinding diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim
yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah tersebut tersimpan harta
benda yang ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini
telah meninggal dunia dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok
rumah tersebut runtuh, maka bisa dipastikan bahwa harta yang tersimpan
tersebut akan ditemukan oleh orang-orang di kota itu yang sebagian besar
masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih
cukup kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya
tempat tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa as. sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah
dikerjakan Nabi Khidir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat
bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba
Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat
dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh
Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang
bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan
menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi Musa
menerima nasihat tersebut dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka didalam perahu yang ditumpangi, datanglah seekor burung lalu
hinggap di ujung perahu itu. Burung itu meneguk air dengan paruhnya,
lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan
ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini
karena diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Khidir berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang
yang tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah
dan janganlah berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu
melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan yang telah
dilakukan itu. Menangislah disebabkan kekhilafan yang kamu lakukan,
wahai Ibnu `Imran.”
PRO DAN KONTRA KEBERADAAN NABI KHIDIR
Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang,
banyak kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong
rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya. Ada yang menyatakan Nabi
Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam di
sebuah pulau, ada pula yang menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi
Khidir rutin mengunjungi padang Arafah. Entah khidir siapa dan yang
mana? Tapi yang jelas begitulah cerita dan dongeng yang berkembang di
tengah masyarakat kita. banyak kalangan yang sangat mempercayai
perkara-perkara tersebut dan banyak pula kalangan yang menyangkal
keberadaan Nabi Khidir saat ini.
Semua ini berpangkal dari kesalahpahaman mereka tentang hakekat Nabi
Khidir. Terlebih lagi orang-orang ekstrim dari kalangan pengikut tarekat
dan tasawwuf yang membumbui berbagai macam sejarah dan cerita tentang
Khidir. Sebagian di antara mereka, ada yang mengaku telah bertemu
dengan Khidir, berbicara dengannya dan mendapat wasiat dan ilham
darinya. Misalnya di tanah air kita ini, ada sebagian orang yang
mengaku telah bertemu dengan Khidir dan mengambil bacaan-bacaan
shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara langsung, tanpa
perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi
Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Semua ini adalah keyakinan hati
saja.
Mengenai hidup atau wafatnya Khidir, orang-orang berselisih. Ada yang
menyatakan dia masih hidup. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa dia
telah lama meninggal berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan Sunnah.
Ini merupakan pendapat para Ahli Hadits. Karena, tidak ada satupun nash
yang shahih, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dapat dijadikan
pegangan bahwa Khidir masih hidup. Bahkan banyak dalil yang menyatakan
ia telah meninggal.
Jika kita mengadakan riset ilmiah, maka kita akan mendapatkan Al-Qur’an
dan Sunnah menjelaskan bahwa Nabi Khidhir telah meninggal dunia.
Al-Allamah Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata, “Dalil yang menunjukkan
bahwa Nabi Khidir sudah tidak ada di dunia adalah empat perkara;
Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ (kesepakatan) ulama’ muhaqqiqin, dan dalil
aqliy”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 69)]
Di antaranya dalil-dalil itu:
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُو
“Kami tidak menjadikan kehidupan abadi bagi seorang manusiapun sebelum
kamu (Muhammad). Maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal”.
(QS.Al-Anbiya`: 34)
Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzy-rahimahullah- berkata,
“Khidhir, jika dia itu seorang manusia, maka sungguh ia telah masuk
dalam keumuman (ayat) ini tanpa ada keraguan. Seorang tidak boleh
mengkhususkannya dari keumuman itu, kecuali dengan dalil yang shahih”.
[Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah Al-Ma’arif]
Kemudian Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir-rahimahullah- menguatkan
ucapan Ibnul Jauziy tadi seraya berkata, “Asalnya memang tidak boleh
mengkhususkannya sampai dalil telah nyata. Sementara tidak disebutkan
adanya dalil yang mengkhususkannya dari seorang yang ma’shum yang wajib
diterima”. [Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334), cet. Maktabah
Al-Ma’arif ]
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا ءَاتَيْتُكُمْ مِنْ
كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ
لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ ءَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ
عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا
مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah,
kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada
padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya”. Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima
perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab,“Kami
mengakui”. Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi)
dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. (QS. Al-Imran: 81)
Al-Hafizh Ibnu Katsir menukil dari Ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu-, ia
berkata saat menafsirkan ayat ini, “Allah tidak mengutus seorang nabi di
antara para nabi, kecuali Dia mengambil perjanjian padanya. Jika Allah
mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam- sedang nabi itu
hidup-, maka ia (nabi itu) betul-betul harus beriman kepada beliau, dan
menolongnya”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/565)]
Jika Khidir masih hidup, tentunya ia tidak boleh menunda-nunda
keimanannya kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Ia harus
mengikuti Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, berjihad bersamanya dan
menyampaikan dakwah beliau. Ini merupakan perjanjian Allah kepada
seluruh para nabi dan rasul sebagaimana yang tersebut dalam QS. Al-Imran
ayat 81 di atas.
Ini menunjukkan kepada kita bahwa wajib bagi seorang nabi dan rasul
untuk menolong dan beriman kepada Rasulullah Muhammad -Shallallahu
‘alaihi wasallam-. Bahkan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
menegaskan bahwa andaikan Nabi Musa -’alaihis salam-, yang jauh lebih
mulia dari Nabi Khidir masih hidup, maka ia harus mengikuti Nabi
Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَوْ أَنَّ مُوْسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلاَّ أَنْ يَتَّبِعَنِيْ
“Andaikan Musa hidup, tentunya tidak mungkin baginya, kecuali harus
mengikutiku”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/387), Ad-Darimiy dalam
As-Sunan (1/115), Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (5/2), Ibnu Abdil Barr
dalam Jami’ Bayan Al-Ilm (2/42), dan lainnya. Hadits ini di-hasan-kan
oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (1589)]
Sudah dimaklumi, tidak ada satu pun riwayat shahih ataupun hasan -yang
dapat menyebutkan bahwa Khidir pernah bertemu dengan Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-, tidak pula pernah ikut bersama
Rasulullah dalam berbagai peperangan.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوْسَةٍ الْيَوْمَ تَأْتِي عَلَيْهَا مِائَةُ سَنَةٍ وَهِيَ حَيَّةٌ يَوْمَئِذٍ
“Tidak ada satu jiwa pun yang hidup pada hari ini telah lewat 100 tahun,
sedang ia hidup pada hari itu”. [HR. Muslim dalam Shahih- nya
(4/1966)]
Allamah Ibnu Baththal-rahimahullah- berkata menerangkan makna hadits
ini, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memaksudkan bahwa
dalam jangka waktu ini suatu generasi telah punah”. [Lihat Fathul Bari
(1/256) karya Al-Hafizh Ibnu Hajar]
Al-Imam Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata dalam Al-Jami’
li Ahkam Al-Qur’an (11/41), “Sesungguhnya hadits ini termasuk dalil yang
memutuskan tentang kematian Nabi Khidir sekarang”.
Andaikan Nabi Khidir masih hidup, tentu ia akan datang kepada Nabi
Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk menyatakan keislamannya
dan akan menolong beliau dalam berdakwah dan berperang membela Islam.
Tidak mungkin ada seorang Nabi pun yang masih hidup, lantas tidak datang
kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk berbai’at, menyatakan
keislamannya, dan berjihad bersama beliau.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
اَللَّهُمَّ إِنْ تَهْلِكَ هَذِهِ الْعِصَابَةُ لاَ تُعْبَدْ فِيْ اْلأَرْضِ
“Ya Allah, jika pasukan ini hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi
dimuka bumi”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Jihad, Bab: Al-Imdad bil
Mala’ikah fi Ghazwah Badr (3/1383)]
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harraniy-rahimahullah- berkata
ketika ditanya tentang hadits di atas, “Andaikan Khidir masih hidup,
maka wajib baginya untuk datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-, dan berjihad di hadapannya, serta belajar dari beliau (Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-). Sungguh Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda dalam perang Badar, “Ya Allah, jika pasukan ini
hancur, maka engkau tidak akan disembah lagi dimuka bumi”. Pasukan kaum
muslimin waktu itu sebanyak 313 personil. Telah dikenal nama mereka,
nama orang tua, dan qabilah mereka. Lantas dimanakah Khidir pada saat
itu?” [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 68)]
Adapun dalil-dalil berupa hadits-hadits marfu’, dan mauquf yang
menyebutkan tentang hidupnya Nabi Khidir sampai hari ini, maka
hadits-hadits itu lemah, bahkan palsu, tidak bisa dijadikan hujjah dan
dalil dalam menetapkan hukum, apalagi keyakinan (aqidah).
Al-Imam Ibrahim bin Ishaq Al-Harbiy -rahimahullah- berkata, “Tidak ada
yang menyebarkan berita-berita seperti ini (yakni tentang hidupnya
Khidir) di antara manusia, kecuali setan”. [Lihat Al-Maudhu’at (1/199)
dan Ruh Al-Ma’aniy (15/321) karya Al-Alusiy]
Ibnul Munadiy berkata,“Aku telah mengadakan riset tentang hidupnya
Khidir, apakah ia masih ada ataukah tidak, maka tiba-tiba kebanyakan
orang-orang bodoh tertipu bahwa ia masih hidup karena hadits-hadits
(lemah) yang dirwayatkan dalam hal tersebut”. [Lihat Az-Zahr (hal. 38)]
Ibnul Jauziy setelah membawakan beberapa hadits tentang hidupnya Nabi
Khidir berkata, “Hadits-hadits ini adalah batil”. [Lihat Al-Maudhu’at
(1/195-197)]
Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Hadits-hadits
yang disebutkan di dalamnya tentang Khidir, dan hidupnya, semuanya
adalah dusta (palsu). Tidak shahih satu hadits pun tentang hidupnya Nabi
Khidir”. [Lihat Al-Manar Al-Munif (hal. 67)]
Seorang ulama Syafi’iyyah, Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir
Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata setelah membawakan hadits dan kisah
tentang hidupnya Khidir, “Riwayat-riwayat, dan hikayat-hikayat ini
merupakan sandaran orang yang berpendapat tentang hidupnya Nabi Khidir
sampai hari ini. Semua hadits-hadits yang marfu’ ini adalah dha’if
jiddan (lemah sekali), tidak bisa dijadikan hujjah dalam urusan agama”.
[Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (1/334)]
Abul Khaththab Ibnu Dihyah Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata, “Tidak
terbukti tentang pertemuan Nabi Khidir bersama dengan seorang nabi,
kecuali bersama Musa, sebagaimana Allah -Ta’ala- telah kisahkan tentang
berita keduanya. Semua berita tentang hidupnya tak ada yang shahih
sedikitpun berdasarkan kesepakatan para penukil hadits (ahli hadits).
Hal itu hanyalah disebutkan oleh orang yang meriwayatkan berita
tersebut, dan tidak menyebutkan penyakitnya, entah karena ia tidak
mengetahuinya, atau karena jelasnya penyakit berita tersebut di sisi
para ahli hadits”. [Lihat Az-Zahr An-Nadhir (hal. 32)]
Inilah beberapa dalil, dan komentar para ulama, semuanya menyatakan Nabi
Khidir tidak hidup lagi atau sudah meninggal atau sudah gaib. Nyatalah
kebatilan orang yang mengaku bertemu dengan Nabi Khidir untuk menerima
ajaran di luar ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
-Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bagaimana mungkin Khidir mengajarkan
suatu ajaran di luar syari’at Nabi Muhammad -Shalallahu ‘alaihi
wasallam-??! Itu pasti bukan Nabi Khidir, tapi setan yang ingin
menyesatkan manusia.
Hikmah kisah Khidir
Dari kisah Khidir ini kita dapat mengambil pelajaran penting.
Diantaranya adalah Ilmu merupakan karunia Allah SWT, tidak ada seorang
manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding
yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang merupakan anugrah dari
Allah SWT yang diberikan kepada seseorang tanpa harus mempelajarinya
(Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang
shalih dan terpilih)
Hikmah yang kedua adalah kita perlu bersabar dan tidak terburu-buru
untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap peristiwa yang dialami.
Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab dengan gurunya.
Setiap murid harus bersedia mendengar penjelasan seorang guru dari awal
hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak diluar perintah dari
guru. Kisah Nabi Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan
kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
sumber : http://bancakanberkat.blogspot.com/